Jumat, 15 April 2011

laporan praktikum DAS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Akhir-akhir ini, penurunan kualitas air sungai tidak hanya terjadi di daerah hilir, tetapi juga di daerah hulu. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman merupakan faktor utama penyebab terjadinya penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan-bahan kimia pestisida. Penurunan kualitas air sungai berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan keberadaan makhluk hidup yang ada di perairan. Penumpukan unsur hara di perairan memicu pertumbuhan alga dan jenis tumbuhan air lainnya secara tak terkendali, sehingga menyebabkan matinya beberapa jenis makhluk hidup air yang merupakan sumber makanan bagi ikan.
Pendugaan adanya pencemaran air tanah atau penurunan kualitas air tanah berhubungan erat dengan tingkat kepadatan penduduk, dan berkurang vegetasi disekitarnya, sebab semakin banyak jumlah penduduk maka limbah yang dibuang ke lingkungan akan semakin besar dan semakin sedikit vegetasi disekitar sumber air maka semakin buruk kualitas air sehingga mempengaruhi sumber mata air tersebut. Maka diperlukan pengetahuan tentang pengujian kualitas air. Dalam Praktikum ini akan lebih difokuskan pada aliran air dari Bukit Pasi berupa aliran air (cabang) berasal dari sumber mata air  Bukit Pasi yang letaknya dekat dengan jalan umum..
            Pada praktikum ini dilakukan Analisis kualitas air secara insitu dengan beberapa parameter pengukuran yaitu OD (oksigen terlarut), CO2D (karbondioksida terlarut), kadar elektrik, pH, dan Suhu,
1.2  Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang diatas,  tujuan dari Praktikum ini adalah : untuk mengetahui  cara pengujian kualitas air yang diambil dari salah satu percabangan aliran air yang bersumber dari mata air Cagar Alam Raya Pasi dengan parameter OD (Dissolved Oxygen), CO2D (karbondioksida terlarut), kadar elektrik, pH, dan Suhu sehingga diketahui kualitas air pada sekitar lokasi tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Air
Pengertian tentang kualitas air (mutu air) sangat penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan air sesuai dengan peruntukkannya. Studi dan pembahasan tentang air pada dasarnya menyangkut tentang dua hal, yaitu kuantitas dan kualitasnya. Hal ini penting unruk menentukan permasalahan berada di mana, dalam lingkungan apa, kualitas air yang bagaimana, sehingga dapat dengan tepat menentukan strategi pengelolaannya.
  • Mutu air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu dari sumber air. karaktenstik mutu air merupakan sitatu dasar untuk baku mutu air di samping faktor-faktor lain.
  • Baku mutu air adalah persyaratan mutu air yang disiapkan oleh suatu negara atau daerah yang bersangkutan. Baku mutu air yang berlaku harus dapat dilaksanakan semaksimal mungkin melindungi lingkungan, tetapi cukup memberi toleransi bagi pembangiman industri atau bentuk pembangunan tertentu dan saran pengendalian pencemaran yang ekonomis. Dalam pengelolaan mutu air dikenal dua baku mutu air dalam sumber air yaitu: “Stream Standard” dan “Effluent Standard”. (Badruddin Mahbub, 1982 dalam Anonim, 2010).
  • Stream standard adalah persyaratan mutu air bagi sumber air seperti: sungai, danau,  air tanah  yang disusun  dengan  mempertimbangkan  pemanfaat sumber air tersebut, kemampuan mengencerkan dan membersihkan diri terhadap beban pencemaran dan faktor ekonomis.
  • Effuent standard adalah persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber air, sawah, tanah dan tempat-tempat lain dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air yang bersangkutan dan faktor ekonomis pengelolaan air buangannya (untuk daerah industri atau daerah pengembangan industri).
Kriteria kualitas sumber air di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber air tersebut dan mutu yang disyaratkan, sedang baku mutu air limbah ditetapkan berdasarkan karakteristik suatu sumber air penamping buangan tersebut dan pemanfaatannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu pengelolaan dan penanganan air dengan maksud antara lain: 1) mendapatkan air yang terjamin kualitas kesehatannya; 2) mendapatkan air yang bebas dari kekeruhan, warna dan bau; 3) menyediakan produk air yang sehat dan nyaman; dan 4) menjaga kebutuhan air konsumen.
Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, kualitas air diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu:
-          Kelas I: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan konsumsi lainnya.
-          Kelas II: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.
-          Kelas III: dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.
-          Kelas IV: dapat digunakan untuk mengairi tanaman.
Secara sederhana, kualitas air dapat diduga dengan melihat kejernihannya dan mencium baunya. Namun ada bahan-bahan pencemar yang tidak dapat diketahui hanya dari bau dan warna, melainkan harus dilakukan serangkaian pengujian. Hingga saat ini, dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air yaitu fisik-kima dan biologi.

2.2. Indikator pencemaran air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
- Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.
- Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
- Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD) (Anonim, 2010).
Dalam mempelajari pencemaran air yang penting untuk diperhatikan adalah:
1.      Zat beracun yang menyebabkan rusaknya atau hilangnya aktivitas biologi di dalam air. Sebagian besar zat racun ini berasal dari limbah industri termasuk logam berat dari perlapisan logam, phenol dari gas dan industri pengolahan pestisida dan radioisotop. Pertumbuhan ganggang kadang-kadang menjadi sebab zat beracun dalam air, sehingga tidak lagi dapat digunakan untuk minum temak.
2.      Material yang mempengaruhi keseimbangan oksigen di dalam air.
a.  Zat yang mengkonsumsi oksigen terlarut (DO), ini dapat berupa zat organik yang terdegradasi secara biologi dan menimbulkan BOD atau bentuk reduksi dari zat anorganik.
b.  Zat yang menghalangi reoksigenasi, DO dalam air diperoleh dari perpindahan oksigen di atmosfer. Material seperti minyak, detergen dan sebagainya dapat membentuk lapisan (film) pelindung pada permukaan air yang dapat mengurangi laju perpindahan oksigen dan memperbanyak efek substansi yang menggunakan oksigen.
c.  Aliran buangan yang panas dapat merubah kesetimbangan oksigen karena konsentrasi jenuh DO berkurang dengan bertambahnya temperatur.
Oksidasi biokimiawi, yang merupakan proses paling banyak terjadi. Untuk mencegah pencemaran yang serius, sangat utama untuk mempertahankan kondisi aerobik, artinya kadar DO dalam air menjadi sangat penting.
Apabila air sungai mula-mula jenuh akan oksigen terlarut, biasanya kadar BOD kecil (rendah). Begitu limbah dibuang ke dalam sungai maka terjadi proses perombakan zat organik yang mengkonsumsi oksigen terlarut. Sehingga mulai titik limbah dibuang maka BOD bertambah tinggi. Sebagai akibatnya kadar oksigen berangsur turun. Apabila kadar pencemaran cukup tinggi dan melampaui kapasitas air sungai menyediakan oksigen. Maka penurunan kadar oksigen dapat mencapai nol. Kadar oksigen terlarut yang mencapai nol dapat mencapai jarak yang cukup jauh. Selama proses aliran sungai terjadi reoksigenasi air dengan masuknya oksigen dari atmosfer, sehingga pada jarak tertentu setelah zat organik semua juga teroksidasi maka oksigen dalam air berangsur menjadi bertambah tinggi kadarnya.
Apabila kondisinya memungkinkan maka oksigen terlarut dapat mencapai kadar seperti semula, ketika air sungai belum mendapatkan pencemaran. Kadar oksigen yang berubah-ubah menurut jarak tersebut dapat membentuk zone (mintakat) yang dapat dibagi menjadi:
  1. Mintakat bersih (clean-one), yaitu mintakat sebelum air sungai mendapat pencemar, ditandai dengan tingginya kadar DO dan rendahnya BOD.
  2. Mintakat dekomposisi (decomposition -one}, yaitu mintakat dimulai air sungai mendapat pencemaran limbah sampai kadar oksigen mencapai nol. Mintakat ini ditandai dengan turunnya kadar DO dan naiknya kadar BOD.
  3. Mintakat septik (septic zone) yaitu mintakat di mana kadar oksigen mempunyai nilai nol. Pada mintakat ini hampir tidak ada kehidupan, kalaupun ada berisi organisme yang aerobik.
  4. Mintakat pemulihan (recovery zone), yaitu mintakat ketika oksigen mulai naik kadarnya sehingga mencapai keadaan semula seperti sebelum mendapat pencemar. Pada mintakat ini kadar DO berangsur mulai naik dan BOD turun. Berangsur terdapat kehidupan akuatik, organisme dan ikan.
Mintakat bersih (clean zone), pada mintakat ini keadaan seperti sebelum sungai mengalami pencemaran, jadi kadar DO tinggi dan BOD rendah.
Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, dalam arti dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan perasa. Perubahan warna dan peningkatan kekeruhan air dapat diketahui secara visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanya perubahan bau pada air serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air, selanjutnya rasa tawar, asin dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah (indera perasa). Hasil indikasi dari panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi awal karena bersifat subyektif, bila diperlukan untuk menentukan kondisi tertentu, misal kualitas air tersebut telah menurun atau tidak harus dilakukan analisis pemeriksaan air di laboratorium dengan metode analisis yang telah ditentukan.
Sedangkan parameter kimia yang didefinisikan sebagai sekumpulan bahan/zat kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air.

2.3. DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991 dalam Anonim, 2010).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung (Hardjojo dan 0,0-15,0 mg/l (Hadic dan Jatna, 1998 dalam Anonim, 2010).
Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan diperairan sebaiknya harus diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di periaran (Pescod, 1973). Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 – 8 mg/l (Mayunar et al., 1995; Akbar, 2001 dalam Anonim, 2010).

2.4. Suhu air

Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air.
Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 dalam Anonim, 2010).
Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al.,2001 dalam Anonim, 2010). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organism perairan (Brown dan Gratzek, 1980 dalam Anonim, 2010).
Selanjutnya Kinne (1972) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organism yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,2 0C sampai 34,6 0C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0C sampai 30 0C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (BPS, 2003; Cholik et al.,2005 dalam Anonim, 2010).

2.5.  pH
pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005 dalam Anonim, 2010).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
Pescod (1973) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 – 9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974 dalam Anonim, 2010).
pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3 (Cholik et al., 2005 dalam Anonim, 2010).














BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Pasi Singkawang Kalimantan Barat tanggal 28 Mei 2010 pukul 13.00-16.00.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : alat tulis, gelas beker 50 ml, alat titrasi, kamera. Bahan : larutan indicator, MnSO4, thiosulfat, Alk pot Iodide, sulfamic acid, starch indicator.
3.2. Prosedur kerja
Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah
1.      Pengujian (Dissolved Oxygen, DO) dan CO2D (karbondioksida terlarut).
Pengujian (Dissolved Oxygen, DO) Botol sampel dicuci, diisi sampai penuh (tidak ada angin di dalamnya). Ditambahkan 8 tetes MnSO4 dan 8 tetes Alk pot Iodide (jangan sampai udara masuk). Botol sampel dibalik dan diputar kembali berulang-ulang ditunggu sampai endapan turun. Ditambahkan 1 sendok the sulfat acid dibalik dan diputar kembali berulang-ulang sampai sulfat acid terlarut. Kemudian dilakukan titrasi dari sampel diatas 20 ml dengan thiosulfat sampai sampel berubah kuning muda. Ditambah starch indicator 8 tetes . Dilanjutkan titrasi sampai warna akan berubah menjadi ungu tua menunjukkan ada kandungan iodine. Dicatat berapa ppm (part per million) yang terpakai.
Pengujian karbondioksida terlarut sama dengan pengukuran sebelumnya, sampel air 20 ml ditambahkan indicator phenolphthalein 2 tetes (jika warna berubah merah ada kandungan CO2). Kemudian titrasi dengan reagen B karbondioksida sampai berwarna pink. Dicatat berapa ppm (part per million)yang dibutuhkan.

2.      Pengukuran pH, suhu, kadar elektrik, warna, dan bau.
Pengukuran pH, suhu, dan kadar elektrik menggunakan alat dan bau dengan mencium bau air.

BAB  IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.2. Kualitas Air
Pengujian kualitas air dilakukan secara insitu di Kawasan Cagar Alam Raya Pasi. Sampel air yang diambil adalah dari aliran air yang bersumber dari mata air Cagar Alam Raya Pasi Singkawang Kalimantan Barat. Hasil analisis parameter fisik dan kimia sampel air tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.  Kadar hasil analisis kualitas air
Parameter
Satuan
Hasil
Kualitas air
Kimia
-          pH
-          DO
-          CO2D

-
ppm
ppm

6.47
6.8
10

Kelas I-II-III
Kelas I
Fisik
-       Temperatur
-       Warna
-       Bau
-       Kadar elektrik

oC
-
-

27.4
Jernih
Tidak berbau
45.4



4.2. Pembahasan
Peubah-peubah yang diamati pada monitoring kualitas air secara kimia adalah keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, daya hantar listrik. Sebagian besar peubah dalam monitoring kualitas air secara kimia hanya dapat diketahui di laboratorium, karena memerlukan analisa tertentu. Pengukuran kualitas air berdasarkan peubah kimia telah menjadi standar umum untuk mengetahui kualitas air karena: Hasil pengukuran secara langsung dapat menunjukkan jenis bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas air.
Hasil pengukuran berupa nilai kuantitatif yang dapat dibandingkan dengan nilai ambang batas anjuran sehingga dapat menunjukkan tingkat pencemaran yang terjadi Meskipun demikian, pengukuran peubah kimia memiliki keterbatasan yaitu: Memerlukan biaya yang relatif mahal dan harus dilakukan di Laboratorium Hasil pengukuran bersifat sesaat, karena hanya mewakili saat pengambilan contoh saja. Oleh karena itu, pengukuran harus dilakukan secara berulang-ulang dalam seri waktu.
Parameter air yang dianalisis mengacu pada Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air  membandingkan kualitas sampel air dengan baku mutu air bersih dan air minum. Hasil analisis menunjukkan bahwa mata air sekitar kawasan Cagar Alam Raya Pasi  tersebut layak untuk digunakan sebagai sumber air bersih untuk diminum. pendugaan sementara perlu ada banyak parameter untuk merekomendasikan air tempat diambilnya sampel air dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Kadar oksigen telarut (6.8 ppm) adalah termasuk kelas I.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobic atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan (Anonim, 2010).
Suhu pada air tersebut 27.4 oC. Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan organisme air. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit. Pada kondisi air yang hangat, kapasitas oksigen terlarutnya berkurang. Oleh karena itu, pengukuran oksigen terlarut harus dilakukan pada tempat yang sama dengan pengukuran suhu. Suhu air bervariasi antar kedalaman sungai, danau, maupun badan air lainnya.
 pH pada saat pengukuran ini adalah 6.47 menunjukkan tingkat keasaman air. Skala pH berkisar antara 0-14, dengan kisaran sebagai berikut: pH 7: netral pH <7: asam, pH >7: basa, pH 6,5-8,2 merupakan kondisi optimum untuk makhluk hidup. pH yang terlalu asam atau terlalu basa akan mematikan makhluk hidup. pH dapat berubah antar musim, bahkan antar jam dalam satu hari.
Menurut Mc Gauhey (1968) dalam Anonim (2009) beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air: 1) Tingkat pemanfaatan dari penggunaan air; 2) Faktor kualitas alami sebelum dimanfaatkan; 3) Faktor yang menyebabkan kualitas air bervariasi; 4) Perubahan kualitas air secara alami; 5) Faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kualitas air; 6) Persyaratan kualitas air dalam penggunaan air; 7) Pengaruh perubahan dan keefektifan kriteria kualitas air; 8) Perkembangan teknologi untuk memperbaiki kualitas air; 9) Kualitas air yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu dampak pembangunan adalah perubahan kondisi badan dan mutu air di dalamnya, baik pada badan perairan dekat proyek pembangunan maupun yang ada di sekitarnya, pada permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Sebaliknya kondisi perairan dan mutu aimya dapat mempengaruhi proyek pengairan. Perubahan mutu air dapat disebabkan oleh pencemaran, baik pencemaran fisik, kimia, maupun biologik.
Dampak pencemaran itu bila tidak dicegah atau ditanggulangi akan merugikan kehidupan manusia sendiri, baik terhadap kesehatan maupun sosial ekonominya. Pencemaran tidak selalu berasal dari satu sumber, tetapi dapat dari kegiatan-kegiatan dalam daerah (DAS) tersebut. Berkaitan dengan masalah kualitas air. berikut ini dikemukakan istilah-istilah yang sering digunakan.












BAB  V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam Praktikum ini adalah :
-       Oksigen terlarut/Dissolved Oxigen (DO) Merupakan oksigen yang ada di dalam air Berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air Sangat dibutuhkan dalam kehidupan hewan dan tumbuhan air.
-       Perbedaan pengukuran kualitas air di laboratorium mempunyai pengaruh terhadap sampel air yang dibawa dari lokasi pengambilan air. Sebaiknya dilakukan secara insitu.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
Dalam praktikum mengenai analisis kualitas air ini, pengujian sampel air sebaiknya ditambah parameter pengujian kualitas air lainnya (Turbiditas/kekeruhan, Biological Oxygen Demand (BOD), Kandungan Coliform dll)  sehingga didapatkan cara pengujian pada parameter  yang berbeda dilakukan pada saat praktikum tahun ini.











DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. http://rudyct.com diakses 18 juni 2010.
Anonim. 2009. www.damandiri.or.id/file/pramahartamiipbbab2.pdf ( Akses: 15-08-2009).
Anonim. 2010. http :// sith.itb.ac.id diakses 18 juni 2010
Boyd, C.E., 1979. Water Quality in Warm water Fish Ponds. Auburn. University. Alabama.
USA.
Appelo, T. 1986, Hydrochemistry. Lecture Note in Hydrochemistry,Faculty of Geography, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Cassels, D.  1982, Understanding the Role of Forest in Watershed Protection: A Chapter in the Handbook on Natural System Information for Planner. East West Center, Honolulu.
Chorley, R.J.,  1971, Introduction to Physical Hydrology,  Methuen & Co. Ltd, London.
Clark, J.W., Viesman, W., and Hammer, J.M., 1977, Water Supply and Pollution Control, Harper and Raw, New York.
Dix, H.M., 1981, Environmental Pollution, John Willey and Sons, New York.
Fetter, C.W. 1998. Applied Hydrogeology, Merrill Publishing Co. Columbus, Ohio.
Fuad Amsyari,  1982, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia, Jakarta.
Hem, J.D, 1970, Study and Interpretation of the Chemical Characteristic of Natural Water, US. Geological Survey Water Supply Paper, No. 1473, Government Printing Office, Washington.
Ibnu Kasiro dan Iwan Wisnu, 1994, Penurunan Kondisi Sumber Air di Indonesia, Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam, Kerjasama Fak Geografi UGM dan Bakornas PB.
Kantor Menteri KLH, 1990, Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990, Kantor Menteri KLH, Jakarta.
Manahan. S.E., 1977. Environmental Chemistry, Willard Grand Press. Boston. MetCalf an Eddy. Inc. 1979. Wastewater Engineering: treatment Disposal Reuse McGraw Hill Co., New York.
Mochamad Suryani, Rofic Ahmad dan Rozy Munir, 1987, Lingkungan: Sumberdaya alam   dan   Kependudukan   dalam   Pembangunan.    Penerbit    Universitas Indonesia, Jakarta.
Pereirera, H. C., 1968, Land Use and Water Resource, Cambridge University Press, Cambridge.
Tebbut, T. H. Y., 1976, Principle of Water Quality Control, Department of Civil Engineering, University of Birmingham, Birmingham.
Todd, D. K., 1980, Groundwater Hydrology, John Willey and Sons, New York.
Travis, C.C., and Etnier, E. L. (ed), 1984, Ground-water Pollution Environmental and Legal Problems, Wesrview Press Inc., Colorado.
Varsney, C. K.,  1981, Groungwater Pollution and Management Reviews, South Asian Publisher Ltd., New Delhi.
Zen, M. T., 1981, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Gramedia, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.