Jumat, 15 April 2011

laporan praktikum ELB di mempawah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Balakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Berdasarkan informasi terakhir dari Departemen Kehutanan, hutan mangrove di dalam kawasan hutan di Indonesia saat ini luasnya sekitar 3,7 juta ha. Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi dan gas mineral serta jasa-jasa lingkungan (Dahuri et al., 2001).
Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haekal (1834-1914). Dia menyatakan ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos yang artinya “habitat” dan logos yang artinya “ilmu”. Dan Ekologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup, dan interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungan habitatnya.
Pembahasan ekologi selalu tidak dapat terlepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Di mana terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya yang terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup tadi di suatu tempat yang dapat berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.
Komponen Ekosistem Berdasarkan Tingkat Makanannya:
Autotrophic organism yang mampu mensistesis makanannya sendiri yang berupa bahan organic dari bahan-bahanan organik sederhana dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun (klorofil). Heterotropic menyusun kembali dan menguraikan bahan-bahan organik kompleks yang telah mati kedalam senyawa anorganik sederhana.
Ada banyak Faktor abiotik dan faktor bioktik yang terdapat di suatu ekologi laut tropis, contohnya pada faktor abiotik yaitu suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan contoh pada faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan dari beberapa makhluk hidup.
Ekosistem laut tropis memiliki beberapa ciri yang berbeda dengan ekosistem laut di subtropik maupun di daerah kutub, karena di daerah laut tropis, sinar matahari terus menerus sepanjang tahun (hanya ada dua musim, hujan dan kemarau) hal ini merupakan kondisi optimal bagi produksi fitoplankton, memiliki predator tertinggi, jaring-jaring makanan dan struktur trofik komunitas pelagic, juga di dalam ekosistem laut tropis memilki tingkat keragaman makhluk hidup laut yang sangat tinggi, yaitu terdiri dari algae, herbivora, penyaring, predator dan predator tertinggi, dll.
Perairan laut tropis merupakan daerah yang rentan akan perubahan sehingga faktor abiotik dan biotik di suatu ekositem laut tropis bisa sangat mudah rusak yang di antaranya dapat disebabkan karena kuatnya arus, gelombang, angin, ataupun suhu yang dapat berfluktuasi secara tak terduga. Terdapat 3 ekosistem yang saling berhubungan yang memiliki interaksi timbal balik, saling mendukung, dan mempunyai peranan yang cukup besar di ekosistem di perairan tropis, yaitu ekosistem terumbu karang , ekosistem padang lamun, dan ekosistem mangrove.
Salah satu karakter dari ekologi laut tropis adalah dengan keberadaan relung yang merupakan bagian atau peranan organisme dalam suatu habitatnya. Tidak hanya meliputi ruang/tempat yang ditinggali, tetapi juga peranan suatu organisme dalam komunitas dan posisinya pada gradient lingkungan, temperatur, kelembaban, pH, tanah, kondisi lain. Relung/niche ini tergantung dimana organsime ini hidup dan mengubah energy, bertingkah laku, bereaksi, serta mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat untuk spesies lain. Contohnya posisi suatu organisme seperti mutualisme yang saling menguntungkan, parasitisme, yang satu rugi satu untung, predasi, komensalisme, netral, atau saling bersaing mencari makanan dalam suatu habitat(kompetisi).
Aliran energy dalam niche :
untitledaa
Suksesi (perubahan) terbagi kedalam dua jenis, yaitu
Ø  Suksesi primer, yang merupakan gambaran dari organisme yang akan menempati wilayah baru yang belum ada kehidupan sebelumnya, contohnya delta.
Ø  Suksesi sekunder, terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya kebakaran hutan. Sebagai contoh :
  1. Diversitas tinggi          ———— >            Diversitas Rendah
  2. Tersubsidi                    ———— >              Mandiri
B.     Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
·                Untuk mengetahui manfaat dari hutan mangrove dalam konteks ekologi lahan basah
·                Untuk mengetahui kondisi hutan mangrove yang ada di Mempawah dan
·                Untuk mengetahui penyebab dan dampak kerusakan hutan mangrove yang ada di Mempawah.
BAB II
METODE PENELITIAN
EKOSISTEM MANGROVE DI MEMPAWAH

A.     Metode Pembuatan Makalah

Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar pemikiran di atas, diperlukan data dan informasi yang tepat untuk pengambilan keputusan yang tepat.  Sebelum sampai pada strategi pengambilan contoh, maka pemilihan tujuan yang ingin dicapai perlu ditetapkan terlebih dahulu. Tujuan ini dapat bersifat teoritis (pengertian / pemahaman suatu sistem atau fungsi ekologis) atau praktis (pengelolaan suatu sumberdaya, pulih dan tidak pulih). Mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, maka ditetapkan problematika yaitu maslah-masalah apa yang akan timbul, serta jawaban-jawaban seperti apa yang diharapkan. Problematika ini akan menuntun kita kepada pemilihan:
                     a.            Variabel-variabel biofisik yang akan dipelajari untuk dapat menjawab permasalahan yang diajukan;
                    b.            Skala observasi dalam ruang dan waktu;
                     c.            Metode-metode analisis data yang tepat.
 
Dalam pemilihan terhadap ketiga hal tersebut perlu diperhatikan batasan-batasan berikut:
·         Batasan-batasan alami yang berhubungan dengan keragaman skala yang dipilih;
·         Batasan-batasan teknik yang terkait dengan kemampuan dan ketepatan alat yang digunakan, luasnya skala waktu dan ruang yang diperuntukkan dalam pengambilan contoh;
·         Batasan-batasan matematik, berkenaan dengan struktur data dan kualitasnya yang jelas sangat penting dalam merealisasikan analisis yang dicanangkan.


Tujuan dan batasan di atas saling berhubungan satu sama lain. Suatu problematika tertentu menuntut suatu analisis data tertentu, yang menuntut pula suatu perencanaan pengambilan contoh tertentu. Oleh karena itu, strategi perencana, peneliti atau pengelola adalah mencari suatu kompromi antara suatu tujuan dan batasan. Hal ini sangat tergantung kepada epistemologi subyek yang diteliti.
Ekosistem  mangrove merupakan suatu himpunan integral dari variabel-variabel abiotik (fisik-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional. Variabel-variabel ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut, maka perubahan tersebut akan mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangan. Karena itu, kesatuan dan keseimbangan struktur fungsional ini harus diperhatikan dalam setiap perencanaan dan upaya pengelolaan ekosistem pesisir.
Agar perencanaan dan pengelolaan ekosistem mangrove dapat memenuhi pertimbangan di atas, pemilihan variabel biofisik perlu dilakukan dalam suatu pengumpulan data yang diwujudkan melalui pengambilan contoh. Pemilihan variabel biofisik ini hendaknya didasarkan pada tiga pendekatan berikut:
a.              Identifikasi sumber perubahan dan variasinya (diikuti oleh bentuk perubahan);
b.             Penilikan kualitas lingkungan mangrove sebagai proses koreksi dalam jangka waktu pendek;
c.              Pencirian kualitas lingkungan mangrove sebagai elemen program pemantauan dalam jangka panjang.
Daya dukung dan keseimbangan struktur ekosistem mangrove dikontrol oleh beberapa komponen fisik, proses dinamika pasang, gelombang, angin, dan gaya-gaya lain yang terjadi di laut.  Untuk dapat memahami kondisi di atas, maka variabel fisik yang perlu dikaji melalui suatu pengambilan contoh, di antaranya meliputi debit aliran sungai, dominasi arah angin, batimetri, pasang surut, gelombang, arus, suhu, salinitas dan sedimentasi.  Di samping komponen fisik, komponen kimia berperan penting di mangrove. Komponen kimia air mempunyai pengaruh terhadap produktivitas biologis melalui interaksi dengan proses-proses fisiologis organisme.
Pada prinsipnya analisis komponen biologi di wilayah mangrove dan laut merupakan pengukuran respon biologi terhadap perubahan lingkungan hidup akibat adanya degradasi kualitas perairan. Respon biologis tersebut dapat dikaji melalui struktur komunitas organisme komunitas organisme yang dijadikan variabel  dari komponen biolgi penting. Variabel penting yang dianalisis pada ekosistem pesisir meliputi vegetasi pesisir, mangrove dan padang lamun, rumput laut, terumbu karang, plankton, benthos dan nekton.

B.     Kerangka  Dasar Metode Analisis Data

Optimasi satu hasil penelitian memerlukan beberapa komponen penting, terutama komponen pengambilan contoh yang seringkali memonopoli keberhasilan tersebut. Secara klasik, peneliti senantiasa berupaya membuat hubungan yang baik antara rencana pengambilan contoh dan analisis data agar kesimpulan yang ditarik dapat menjawab dengan baik masalah-masalah yang ditetapkan sejak awal.
Korespondensi antara pengambilan contoh dan analisis data diarahkan untuk dapat  mengadaptasikan dengan baik berbagai kemungkinan pada akhir penelitian, yaitu : 
·         mengoptimasi hasil pengambilan contoh, dan 
·         mengoptimasi hasil analisis data dalam rangka menjawab problematika yang diajukan. 
Sedangkan dalam makalah yang kami buat ini, metode analisisnya dengan melakukan pengamatan langsung ke lapngan dan untuk melengkapi datanya  dengan pedoman dari  buku-buku dan internet.








BAB III
TINJAUAN PUSTAKA


A.      Kawasan Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove  yang merupakan komunitas pantai tropis.  Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir (Wibowo et al., 1996, Bengen, 1999) .  Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama.  Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.  Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.  Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil).  Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.
Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi.  Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas (Bengen, 1999) .  Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.  Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus).  Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut.  Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove (Bengen 2000, Nirarita et.al. 1996).  Komponen dasar rantai makanan di ekosistem mangrove adalah serasah yang berasal dari daun ranting, buah, dan batang mangrove.  Serasah ini sebagian besar didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae, maupun mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesa.  Sebagian serasah tadi dimanfaatkan oleh udang, ikan, dsb. sebagai makanan (dalam bentuk partikel –detritus).
Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen . Ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya.  Selain juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata.
Pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan memberikan kontribusi tinggi bagi tekanan ekologis terhadap ekosistem mangrove, secara langsung (misalnya penebangan, konversi lahan) dan tidak langsung (misalnya pencemaran akibat limbah padat dan cair, serta tumpahan minyak).
Copy of IMG_0550.JPG

Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1.         Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

2.         Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3.         Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4.         Penambat unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
5.         Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif.
6.         Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
7.         Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.



8.         Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
9.         Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
10.     Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
11.     Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
12.     Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
13.     Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
14.     Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.



 













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
Table pengamatan plot I
No Pohon
Diameter Dalam (cm)
Jenis Pohon
Jumlah Pohon
1
1
Avicenia sp
25
2
1,2
Avicenia sp
20
3
1,4
Avicenia sp
22
4
1,5
Avicenia sp
19
5
1,6
Avicenia sp
24
6
3
Avicenia sp
21
7
4
Avicenia sp
18
8
6
Avicenia sp
22
9
6,7
Avicenia sp
20
10
7,2
Avicenia sp
15
11
7,6
Avicenia sp
17
12
8
Avicenia sp
13
13
8,2
Avicenia sp
10
14
8,3
Avicenia sp
10
15
8,5
Avicenia sp
12
16
9
Avicenia sp
8
17
9,6
Avicenia sp
6
18
10.2
Avicenia sp
11
19
10.9
Avicenia sp
5
Jumlah
298







Table pengamatan plot II
No pohon
Diameter Dalam (cm)
Jenis Pohon
Jumlah Pohon
1
3.9
Avicenia sp
3
2
4
Avicenia sp
3
3
4.5
Avicenia sp
4
4
4.8
Avicenia sp
2
5
4.9
Avicenia sp
2
6
5
Avicenia sp
5
7
5.1
Avicenia sp
11
8
5.2
Avicenia sp
8
9
5.3
Avicenia sp
13
10
5.5
Avicenia sp
15
11
5.6
Avicenia sp
10
12
5.7
Avicenia sp
13
13
5.9
Avicenia sp
21
14
6
Avicenia sp
12
15
6.1
Avicenia sp
9
16
6.2
Avicenia sp
7
17
6.5
Avicenia sp
11
18
6.7
Avicenia sp
9
19
6.8
Avicenia sp
19
20
6.9
Avicenia sp
6
21
7
Avicenia sp
4
22
7.5
Avicenia sp
3
23
7.6
Avicenia sp
8
24
8
Avicenia sp
11
25
8.1
Avicenia sp
7
26
8.2
Avicenia sp
14
27
8.5
Avicenia sp
3
28
8.6
Avicenia sp
8
29
9.3
Avicenia sp
14
30
9.5
Avicenia sp
6
31
9.6
Avicenia sp
2
32
10.2
Avicenia sp
4
33
10.3
Avicenia sp
1
34
10.5
Avicenia sp
3
35
10.9
Avicenia sp
5
36
11
Avicenia sp
9
37
12
Avicenia sp
2

Jumlah

287
Table pengamatan plot III
No pohon
Diameter Dalam (cm)
Jenis Pohon
Jumlah Pohon
1
1
Avicenia sp
1
2
2
Avicenia sp
1
3
2.8
Avicenia sp
2
4
2.9
Avicenia sp
2
5
3
Avicenia sp
1
6
3.1
Avicenia sp
2
7
3.5
Avicenia sp
1
8
3.8
Avicenia sp
3
9
4
Avicenia sp
4
10
4.2
Avicenia sp
9
11
4.3
Avicenia sp
5
12
4.5
Avicenia sp
6
13
4.7
Avicenia sp
7
14
5
Avicenia sp
3
15
5.1
Avicenia sp
7
16
5.2
Avicenia sp
4
17
5.5
Avicenia sp
8
18
5.6
Avicenia sp
9
19
5.7
Avicenia sp
8
20
5.8
Avicenia sp
2
21
6
Avicenia sp
5
22
6.1
Avicenia sp
7
23
6.2
Avicenia sp
8
24
6.3
Avicenia sp
8
25
6.4
Avicenia sp
3
26
6.5
Avicenia sp
9
27
6.8
Avicenia sp
4
28
6.9
Avicenia sp
1
29
7
Avicenia sp
5
30
7.3
Avicenia sp
6
31
7.5
Avicenia sp
7
32
7.8
Avicenia sp
4
33
7.9
Avicenia sp
6
34
8
Avicenia sp
8
35
8.1
Avicenia sp
9
36
8.2
Avicenia sp
5
37
8.5
Avicenia sp
8
38
8.6
Avicenia sp
4
39
8.8
Avicenia sp
7
40
8.9
Avicenia sp
5
41
9.1
Avicenia sp
8
41
9.2
Avicenia sp
4
43
9.4
Avicenia sp
9
44
9.5
Avicenia sp
2
45
9.6
Avicenia sp
3
46
9.8
Avicenia sp
5
47
9.9
Avicenia sp
5
48
10
Avicenia sp
4
49
10.2
Avicenia sp
3
50
10.4
Avicenia sp
1
51
11
Avicenia sp
2
52
11.2
Avicenia sp
2
53
11.4
Avicenia sp
3
54
11.5
Avicenia sp
1
55
12
Avicenia sp
2
56
12.1
Avicenia sp
2
57
12.2
Avicenia sp
3
58
12.4
Avicenia sp
1
59
12.6
Avicenia sp
1
60
12.8
Avicenia sp
1
61
14.2
Avicenia sp
2
62
15.5
Avicenia sp
1
63
15.7
Avicenia sp
2

Jumlah

271

·         pH air daerah praktikum adalah:
1.      plot I   = 7,71              suhu = 33,50C
2.      plot II = 7,55              suhu = 33,50C
3.      plot III = 7,69                         suhu = 33,50C

·         salinitas air : over limit
·         salinitas di pintu air : 950 ppm
·         suhu                         : 320C


B.  Pembahasan
Telah kita ketahui bahwa hutan mangrove merupakan kumpulan dari pohon-pohon dan semak-semak yang tumbuh pada daerah pantai yang asin ( di troika ataupun subtropika ) khususnya diantara latitude 25 LU dan 25 LS. Kondisi di mangrove sangat bervaiasi sifat asinnya air :
·           Payau ( < 30 ppt sifat garamnya )
·           Air laut ( 30 – 40 ppt sifat garamnya )
·           Garam tinggi ( 3x air laut = > 90 ppt sifat garamnya )
Yang paling banyak ditemukan di hutan mangrove di Mempawah pada umumnya adalah Avicenia sp. Walaupun berada di air asin, namun tumbuhan tidak menggunakan air asin untuk fotosintesis, tetapi tetap menggunakan air tawar. Air asin yang banyak mengandung garam akan disaring oleh tumbuh-tumbuhan di akarnya. Diantaranya dengan membuat filter/saringan dan dengan membuat kelenjar-kelenjar di ujung akar.
Hutan mangrove di Mempawah mempunyai kemampuan untuk menahan laju erosi dan gelombang-gelombang besar dilaut. Fungsi eklogi dari akar-akar mangrove adalah untuk pemijahan telur-telur ikan dan udang. Adapun satwa yang ada di kawasan mangrove Mempawah diantaranya :
Ø  Ikan Tembakul
Ø  Beberapa jenis burung (burung asli dan burung hijrah)
Ø  Serangga ( nyamuk, semut, kutu kayu, kupu - kupu, dll )
Ø  Kepiting
Ø  Siput
Dari pengamatan yang telah kami lakukan, ternyata hamper 100% pohon – pohon yang ada di mangrove adalah jenis Avicenia sp. Pengamatan mengenai kerapatan pohon – pohon nya menggunakan tiga petak, yan masing – masing berukuran 20x20 m2. Petak yang pertama berada di paling depan yang berbatasan dengan laut, petak yang kedua berada di belakang petak pertama dan petak yang ketiga berada sekitar 200 meter kearah daratan jika diukur dari bibir laut.
Di petak yang pertama, pohon – pohon nya sangat rapat dan berukuran kecil – kecil dengan diameter berkisar antara 4,5 – 10,9 cm. Dalam petak yang berukuran 10x10 meter ditemukan sekitar 4000-500 pohon kecil dan anakan nya.
Di petak yang kedua, pohon –pohon nya cukup rapat dengan ukuran yang beragam, namun ukuran pohon – pohonnya labih besar dari yang di petak yang pertama. Ukuran diameter pohon nya berkisar antara 3,9 – 12 cm2. Dalam petak yang berukuran 10x10 ditemukan sekitar 350-450 pohon kecil dan anakan nya.
Sedangkan di petak yang ketiga, pohon – pohon nya tidak terlalu rapat, namun ukura diameter pohon – pohon nya besar – besar, dengan diameter berkisar antara 1 – 15,7 cm2. Dalam petak yang berukuran 10x10 meter ditemukan sekitar 150 – 200 pohon yang besar beserta anakan nya.
Luas hutan mangrove yang ada di Mempawah pada  pengamatan yang kami lakukan sekitar 3 – 4 Ha saja. Dahulu nya hutan mangrove di Mempawah sangat luas, namun karena marak nya pembukaan wilayah pertanian, perumahan dan pembangunan yang mengambil kawasan mangrove, menyebabkan kawasan mangrove tersebut rusak dan terbuka. Dengan problematika yang telah terjadi, menyebabkan abrasi pantai yang sangat parah di Mempawah, haltersebut di akibat kan tidak ada tanaman mangrove didepan pantai yang dapat menahan arus gelombang laut, sehingga gelombang laut langsung menghantam pantai. Namun dewasa ini, dengan ketegasan oleh pemerintah dan dengan adanya kesadaran dari masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove’’ telah dilakukan berbagai penanggulangan gelombang, yaitu membuat batu semen yang di pasang atau di tempat kan di bibi pantai. Namun ada juga yang mananam tanaman Avicenia sp dan sejenis nya di sekitar pinggiran pantai di Mempawah.




1. Kerusakan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting antara lain: (1) sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan, (2) penghasil detritus dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan, (3) sebagai daerah nursery ground, feeding ground dan spawning ground bermacam biota perairan (Bengen,  2001).
Seiring dengan peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk maka hutan mangrove  banyak dimanfaatkan antara lain:  dikonversi menjadi lahan perikanan, pertanian dan pemukiman, penebangan untuk dijadikan kayu.  Hal ini  menyebabkan mangrove tidak berfungsi dengan baik sehingga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pesisir seperti: peningkatan salinitas hutan mangrove karena kurangnya aliran air tawar, menurunnya tingkat kesuburan, mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan, pendangkalan perairan pantai, erosi garis pantai dan intrusi garam, terjadinya pencemaran laut, sedimentasi  dan lain-lain (Bengen, 2001).
Akibat pemanfaatan mangrove di Mempawah oleh aktivitas manusia ini menyebabkan luas hutan mangrove di Mempawah mengalami penurunan dari tahun ke tahun
Copy of IMG_0553.JPG    Copy of IMG_0494.JPG
Foto kerusakan hutan di kawasan mangrove Mempawah
4. Pemanfaatan Sumberdaya Laut secara Berlebihan
Banyak sumberdaya alam di wilayah mangrove dan lautan mengalami over eksploitasi, diantaranya adalah sumberdaya perikanan laut. Secara agregat nasional pemanfaatan sumberdaya perikanan laut  pada tahun 1997  baru mencapai 58,5% dari potensi lestarinya, akan tetapi pada beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing).  Jenis stok sumberdaya ikan yang telah mengalami tangkap lebih adalah ikan-ikan komersial seperti udang dan ikan karang.  Udang mengalami over fishing hampir di seluruh perairan Indonesia kecuali Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Samudera Fasifik dan  Samudera Hindia.  Sedangkan ikan karang mengalami over fishing di perairan Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2001).
5.  Pencemaran Laut
Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya mangrove di Mempawah seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perobahan lingkungan wilayah mangrove.  Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi (Dahuri et al. 2001).
6. Erosi Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius  degradasi garis pantai. Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai.  Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi pantai adalah pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur dan perikanan tambak, sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai.  Di samping itu aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa lokasi untuk kepentingan konstruksi jalan dan bangunan, telah memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai, karena berkurangnya atau hilangnya perlindungan pantai dari hantaman gelombang dan badai (Bengen, 2001).
             














BAB V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Mempawah adalah salah satu daerah di Kal-Bar, yang  berada di wilayah pesisir pantai laut. Dengan wilayah nya banyak di tumbuhi oleh Avicenia sp. Ekosistem hutan Mangrove di Mempawah mempunyai banyak fungsi di laut, seperti Sebagai peredam gelombang (termasuk gelombang tsunami), angin dan badai, melindungi daerah pantai dari bahaya abrasi, sebagai penyerap nutrien organik, penahan lumpur dan perangkap sedimen , dll.
Adapun satwa yang ada di kawasan mangrove Mempawah diantaranya :
Ø  Ikan Tembakul
Ø  Beberapa jenis burung (burung asli dan burung hijrah)
Ø  Serangga ( nyamuk, semut, kutu kayu, kupu - kupu, dll )
Ø  Kepiting
Ø  Siput
Di petak yang pertama, pohon – pohon nya sangat rapat dan berukuran kecil – kecil dengan diameter berkisar antara 4,5 – 10,9 cm. Dalam petak yang berukuran 10x10 meter ditemukan sekitar 4000-500 pohon kecil dan anakan nya.
Di petak yang kedua, pohon –pohon nya cukup rapat dengan ukuran yang beragam, namun ukuran pohon – pohonnya labih besar dari yang di petak yang pertama. Ukuran diameter pohon nya berkisar antara 3,9 – 12 cm2. Dalam petak yang berukuran 10x10 ditemukan sekitar 350-450 pohon kecil dan anakan nya.
Sedangkan di petak yang ketiga, pohon – pohon nya tidak terlalu rapat, namun ukura diameter pohon – pohon nya besar – besar, dengan diameter berkisar antara 1 – 15,7 cm2. Dalam petak yang berukuran 10x10 meter ditemukan sekitar 150 – 200 pohon yang besar beserta anakan nya.





B.     Saran
Pada uraian di atas telah dibahas bahwa terjadinya perobahan lingkungan wilayah mangrove dapat disebabkan oleh karena faktor-faktor alami seperti angin, gelombang, pasang surut, kenaikan permukaan laut karena pemanasan global, topan badai dan sebagainya dan juga oleh karena aktivitas manusia. Perobahan lingkungan karena faktor alami sulit dikendalikan  akan tetapi perobahan lingkungan karena aktivitas manusia dapat dikendalikan sehingga tercipta pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan.
Jumlah penduduk Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 225 juta jiwa pada tahun 2010 (Dahuri et al. 2001), ditambah lagi dengan fakta bahwa sumberdaya di daratan (lahan atas) semakin menipis, maka wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terkandung didalamnya akan menjadi tumpuan pembangunan nasional pada abad-21 yang berarti tekanan terhadap wilayah mangrove dan lautan juga semakin meningkat.
Oleh sebab itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia  terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah mangrove, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya mangrove dan lautan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi. Hal ini dikenal dengan pengelolaan sumberdaya mangrove terpadu berbasis masyarakat (Zamani dan Darmawan 2000). Di samping itu juga diperlukan upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat umumnya dan khususnya penduduk yang ada di wilayah pesisir terhadap pentingnya sumberdaya alam dalam menunjang kehidupan  saat ini dan generasi mendatang.








DAFTAR PUSTAKA


Bengen, D. G. (1999) Pedoman Teknis Pengenalan & Pengelolaan Ekosistem Mangrove, PKSPL-Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir, Bogor.
Bengen, D.G. 2001.  Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Dahuri, R. 2000.  Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam: Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan  Untung, W. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta. hal. 1-8
Dahuri,R., J.Rais, S.P.Ginting dan M.J.Sitepu. 2001.  Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.  PT Pradnya Paramita. Jakarta
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.
Rais, J. 2000a. Kajian Kerawanan dan Dinamika Wilayah Pesisir.  Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB
Wiryawan, B. 2002. Karakteristik dan Dinamika Sumberdaya Fisik dan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB.
Zamani, N.P dan Darmawan. 2000.  Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Dalam Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. hal. 47-60.






SUMBER INTERNET
web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com...
web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com...task...
nizcha0804.blogspot.com/.../inventarisasi-ekosistem-laut-tropis.html -
www.terangi.or.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=68&Itemid=41
www.oseanografi.blogspot.com/2005/07/terumbu-karang.html
www. netsains.com/2008/10/indonesia-pusat-terumbu-karang-dunia/




    

    

   


      

      


        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.