Minggu, 12 Februari 2012

laporan praktikum keteknikan hutan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam di negara kita yang merupakan penghasil devisa. Hutan mampu memberikan manfaat yang beranekaragam bagi kehidupan manusia. Karena hutan memiliki manfaat yang sedemikian besarnya, maka manusia perlu mengelola hutan agar dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin.
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan manusia untuk mengubah dari keadaan tertutup menjadi terbuka, sehingga hutan tersebut dapat dimasuki, dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat secara optimal.
Pada hakekatnya Pembukaan Wilayah Hutan merupakan

kegiatan pembuatan prasarana bangunan yang bersifat teknik sipil seperti jalan, bangunan kemah atau base camp, dan sebagainya. Logpond dan tempat pengumpulan kayu juga termasuk didalam kegiatan PWH. Pembukaan Wilayah Hutan disini dipandang dari sudut pembuatan jalan atau trace jalan.
Tujuan Pembukaan Wilayah Hutan adalah untuk memudahkan masyarakat mengambil manfaat dari sumber daya hutan secara optimal atau dapat dikatakan untuk mempermudah pengelolaan hutan sedemikian rupa sehingga hutan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan-bahan dan kegunaan hutan yang tidak dapat diraba secara aman dan murah dengan memperhatikan kualitas lingkungan. Sedangkan sasarannya adalah untuk dapat dicapai dengan jalan memberikan pelayanan untuk pengangkutan karyawan keseluruh areal hutan ke tempat yang aman untuk menyelenggarakan penelitian dan pengembangan ilmu, perlindungan dan perawatan hutan, pemungutan hasil hutan dan pengangkutan peralatan.
Dari pengalaman setiap pengusahaan eksploitasi hutan, transportasi dalam bidang usaha ini merupakan suatu unsur biaya yang paling penting. Angkutan jarak panjang yaitu dari tempat pengumpulan kayu (TPn) sampai ketempat pemanfaatan kayu, tempat pengolahan kayu, tempat pemuatan kayu diatas kapal (loading point) atau tempat penimbunan kayu akhir (TPk, Logpond) merupakan salahsatu mata rantai antara tempat tumbuh dan pasaran. Tanpa adanya hubungan ini kayu menjadi tidak berharga. Akan tetapi adanya hubungan saja tidak cukup. Ada syarat tambahan yaitu hubungan ini harus lancar. Suatu hubungan yang lancar menuntut komponen-komponen dalam sistem transportasi adalah prasarana jalan dan alat-alat angkutan.
Jalan angkutan yang berfungsi baik adalah dapat menampung arus angkutan secara aman dan lancar pada musim kemarau dan musim penghujan, atau pada musim kemarau saja sesuai dengan kebutuhan. Lancar disini diartiakn cepat sesuai dengan rancangan dan fasilitas jalan tersedia setiap saat diperlukan. Aman diartikan untuk menjamin keselamatan bagi pengendara ataupun operator dan alat angkutan berikut muatannya pada kecepatan yang dianjurkan.
Dalam pembuatan jalan hutan diusahakan agar jalan tersebut dapat menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dengan jarak sependek mungkin, sehingga jalan tersebut diusahakan selurus mungkin. Akan tetapi kenyataan dilapangan, dalam pembuatan jalan yang lurus dari satu lokais kelokasi lain yang jaraknya cukup jauh merupakan pekerjaan yang sangan sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan banyaknya rintangan dilapangan serta keadaan topografi yang sedemikian rupa sehingga dalam perencanaan pembuatan jalan haruslah disesuaikan dengan keadaan dilapangan.
Didalam pelaksanaan pembuatan trace jalan dilapangan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.    Faktor metode eksploitasi hutan
2.    Bentuk topografi dari areal yang bersangkutan
3.    Jenis-jenis tanah yang bersangkutan
4.    Jumlah bobot atau beban dan kecepatan kendaraan yang direncanakan untuk pengangkutan
5.    Keadaan sosial ekonomi dari masyarakat disekitar kawasan hutan tersebut
Selain faktor-faktor tersebut diatas, yang lebih pentin untuk diperhatikan adalah ketersediaan biaya untuk pembuatan trace jalan itu sendiri yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap penentuan kelas jalan yang akan dibuat.

B. Tujuan
Tujuan rencana pembuatan trace jalan hutan adalah untuk melancarkan pengangkutan dan pengumpulan hasil hutan, untuk memudahkan peninjauan dilapangan dan untuk lebih memperlancar pengawasan administrasi kehutanan pada umumnya.
Pengadaan sarana jalan dalam rangka Pembukaan Wilayah Hutan memerlukan biaya yang cukup besar, maka dalam suatu perencanaan harus diperhitungkan secara matang dan pelaksanaannya harus cermat dan memerlukan suatu keharusan. Didalam perencanaan ini perlu juga diperhatikan faktor lingkungan dan keamanannya.
Dengan demikian, didalam merencanakan pembuatan trace jalan hutan, dalam merencanakan trace jalan selain untuk mendapatkan jaringan jalan angkutan yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya dengan penggunaan biaya yang seminimal mungkin serta biaya pemeliharaan yang relatif kecil sekaligus dapat menjamin keselamatan pemakainya.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jaringan Jalan
Menurut Soeparto dan Mardikanto (1985), jaringan jalan adalah kumpulan potongan-potongan jalan yang bersambungan satu sama lain yang merupakan satu kesatuan terpadu untuk melayani kebutuhan pengangkutan. Pada daerah datar umumnya jaringan jalan merupakan kumpulan jalan-jalan lurus dengan sedikit belokan. Ini memungkinkan angkutan yang cepat serta pendek.
Lokasi jalan utama pertama-tama direncanakan sehingga terjadi hubungan yang selurus-lurusnya antara komplek- komplek tegakan hutan yang paling produktif dengan konsumen kayu (TPk dan pabrik pengolahan).  Bila hutannya mempunyai potensi yang sama pada seluruh areal, jalan direncanakn semetris ditengah komplek dan jalan cabang bercabang dengan jarak yang sama. Bila kayu berpusat dibeberapa kompleks, jalan dibuat melalui tengah-tengah kompleks-kompleks tersebut.
Sofyan (1976) menyatakan bahwa sistem jaringan jalan merupakan basis ekonomi pada pemungutan hasil hutan (kayu). Untuk itu seorang kontraktor maupun planilog jaringan jalan dituntut untuk memiliki pengetahuan ekonomi dari bentuk-bentuk hutan maupun pemungutan hasil hutan.
Menurut Siswantoyo (1985), pada umumnya jalan hutan dibagi dalam dua kelas, yaitu:
1. Jalan Induk
Jalan induk yaitu jalan yang diperlukan untuk membuka seluruh areal dari HPH. Jalan induk digunakan selama areal atau bagian-bagian areal hutan diusahakan, dengan demikian jalan induk akan digunakan selama 5-20 tahun tergantung dari areal tersebut, apakah terbagi dua atau lebih kesatuan pengangkutan dan kepentingan pembukaan daerah sekitarnya.

2. Jalan Cabang dan Jalan Ranting
Yang diperlukan untuk mendekati kayu yang akan dipungaut dari jalan induk menuju kelompok-kelompok hutan yang akan ditebang atau petak tebangan. Jalan-jalan cabang biasanya digunakan selamam 1-2 tahun, sama halnya dengan jalan ranting.

Berdasarkan bentuknya, jaringan jalan dapat dibagi dalam tiga pola, yaitu jalan kontur (contour road), jalan lembah (valley road), dan jalan penghubung ( connecting road). (Sofyan, 1976).
Soeparto dan Mardikanto (1985) menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam pengangkutan adalah kecepatan kendaraan, yang juga tergantung dari tiga faktor, antara lain:
1.    Kualitas jalan
2.    Kendaraan
3.    Pengemudi
Kualita jalan yang tinggi sangat menentukan kecepatan angkutan. Oleh karena itu stndar kualitas jalan adalah penting bila dikehendaki prestasi angkutan yang dinginkan.

B. Penampang Memanjang
Tahap pembuatan penampang memanjang didasarkan pada pekerjaaan pembuatan trace dipeta topografi. Perencanaan trace yang baik pada peta topografi akan memudahkan pembuatan penampang melintang jalan. Sebaliknya, pembuatan trace yang kurang cermat dan teliti akan membuat pekerjaan pembuatan penampang memanjang jalan mendapatkan kesukaran, (soeparto dan Mardikanto, 1985).
Pembuatan penampang memanjang pada tahap permulaan, menurut Soeparto dan Mardikanto akan menggambarkan secara kasar penampang tanah asli dimana akan dilalui jalan yang direncanakan sesuai dengan titik-titik profil yang dibuat pada penarikan trace di peta topografi.
Sebaiknya profil memanjang jalan disesuaikan dengan profil memanjang tanah agar biaya penggalian dan penimbunan dapat ditekan. Dalam hal ini perlu diadakankompromi antara kepentingan lalu lintas yang menghendaki pendakian dan penurunan yang tidak curam disatu piak dengan biaya pembangunan yang dibatasi dipihak lain.
Untuk kompromi ini diadakan syarat-syarat minimum tentang landai pendakian dan syarat-syarat penurunan. Profil memanjang yang ideal adalah apabila A dan B dapat dicapai dengan mendaki saja (kendaraan kosong) atau menurun saja (kendaran isi). Hal ini sesuai dengan jalan angkutan searah seperti halnya jalan angkutan hasil hutan.

C. Penampang Melintang
Pekerjaan pembuatan penampang melintang erat hubungannya dengan pekerjaan pembuatan trace dan pembuatan penampang memanjang jalan. Kurang sempurnanya pekerjaan pembuatan pekerjaan-pekerjaan terdahulu akan meyebabkan pekerjaan pembuatan penampang melintang menjadi lebih sukar.
Pada pekerjaan penampang memanjang dapat dilihat penampang memanjang permukaan tanah asal  yang akan dilewati jalan dan garis perataan yang akan dipakai sebagai as jalan. Atas dasar pekerjaan penampang memanjang dapat dibuat penampang melintang tanah asal dan penampang melintang jalan.
Bagian-bagian jalan yang dapat terlihat pada penampang melintang adalah:
1.    Selokan yang terletak di kiri dan kanan jalan
2.    Jalur lunak (berm)
3.    Jalur jalan yang dilalui kendaraan
Dengan menggunakan penggambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal, maka akan terlihat besarnya galian dan timbunan tanah yang harus dikerjakan pada suatu titik profil. (Soeparto dan Mardikanto, 1985).


D. Daftar Pekerjaan Tanah
Untuk dapat menduga secara global besarnya galian dan timbunan pada seluruh pekerjaan pembuatan jalan, perlu kiranya dibuat daftar pekerjaan tanah.
Untuk mengisi daftar pekerjaan tanah, maka perlu dilaksanakan perhitungan terlebih dahulu terhadap luas galian dan timbunan yang ada pada setiap titik profil berdasarkan gambar penampang melintang. Untuk menghitung luas galian dan juga timbunan, adalah dengan membuat segitiga siku-siku, persegi panjang, trapezium pada daerah galian serta timbunan dari masing-masing titik profil agar perhitungannya menjadi lebih mudah dan teliti.
Luas galian dan timbunan dari masing-masing titik profil yang dihitung dengan memperhatikan penampang melintangnya didapat dalam satuan millimeter. Untuk mendapatkan luas sebenarnya dilapangan, maka luas galian dan timbunan dari masing-masing titik profil yang tergambar pada kertas grafik dikonversikan kedalam satuan meter.
Dari luas galian dan timbunan yang telah didapat, selanjutnya dilakukan perhitungan volume. Setelah volume galian dan timbunan diketahui, maka akan diketahui taksiran volume galian dan timbunna dari jalan yang dibuat, walaupun berupa taksiran kasar.












BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan
Pada praktikum pembuatan trace jalan, alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.    Peta topografi dengan skala 1:2000
2.    Penggaris
3.    Busur derajat
4.    Pensil dan penghapus
5.    Jangka
6.    Millimeter block
7.    Kalkulator

B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan trace (penentuan titik profil)
Pada peta topografi terdapat titik A dan titik B. Trace yang akan dibuat harus menghubungkan titik A dan titik B dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Helling atau tanjakan maksimum
-    untuk daerah datar 5%
-    untuk daerah pegunungan sedang  6 - 7 %
-    untuk daerah pegununungan berat 8 – 10%
-    untuk belokan 5%
b. Jari-jari minimum pada daerah belokan yang berjarak lebih dari 30 m dibuat titik profil dengan radius minimum 50 m.
c. sepanjang trace yang menghubungkan titik A dan B diletakkan titik-titik profil yang diberi nomor urut mulai dari A kemudian 1, 2, 3, …… sampai dengan B.
d. Jarak antara titik profil ditentukan sebagai berikut:
-    Pada tempat atau jalan lurus, jarak antara dua titik profil yang berdekatan tidak boleh lebih dari 100 m.
-    Pada belokan diletakkan tiga titik profil, masing-masing diawal, ditengah, dan diakhir belokan.
2. Pembuatan Penampang Memanjang
Perencanaan trace yang baik pada peta topografi akan memudahkan pembuatan penampang memanjang jalan. Pada tahap permulaan, pembuatan penampang memanjang jalan ini akan digambarkan secara kasar penampang memanjang tanah asli dimana akan dilalui jalan yang direncanakan sesuai dengan titik-titik profil yang dibuat pada penarikan trace dipeta topografi.
Tinggi permukaan tanah yang akan dilalui oleh as jalan tidak selalu sama dengan tinggi permukaan tanah asli, sebab untuk mendapatkan tinggi permukaan tanah sebagai as jalan perlu dibuat dengan pendakian yang lebih lembut. Untuk itu perlu dibuat garis perataan. Garis perataan ini dibuat dengan maksud untuk memperlembut pendakian yang diapatkan dari penampang tanah. Denagn ditariknya garis perataan ini akan terlihat pada penampang memanjang adanya galian dan timbunan yang merupakan selisih antara tinggi tanah asli dengan permukaan as jalan yang berarti permukaan garis perataan.
Tahapan-tahapan pembuatan penampang memanjang adalah sebagai berikut:
1.    Penampang memanjang digambar diatas kertas kertas grafik (millimeter block) agar mendapatkan hasil yang lebih teliti.
2.    Keterangan yang dibuat dibawah gambar penampang memanjang adalah sebagai berikut:
a. Nomor titik profil
    Pemberian nomor profil dimulai dari titik A dan diteruskan dengan nomor 1, 2, 3, ……secara berurutan sampai dengan titik B.
b. jarak antar titik profil
    Jarak antara titik profil merupakan jarak antara profil yang berdasarkan hasil pembuatan trace.
c. Jarak langsung
    Jarak langsung dimaksudkan untuk Mengetahui berapa jarak titik profil tertentu dengan titik profil tertentu dengan titik awal pembuatan trace. Jarak langsung merupakan penjumlahan jarak antara titik profil mulai dari titik A sampai titik profil tertentu. Jarak langsung dinyatakan dalam meter.
d. Tinggi tanah di as jalan
    Tinggi tanah di as jalan merupakan tinggi titik-titik profil dilapangan Sebelum ditarik garis perataan. Untuk mengisi baris  ini dapat dilihat kembali pekerjaan pembuatan trace.
e. Tinggi as jalan
    Tinggi as jalan merupakan ketinggian yang sebenarnya dari permukaan badan jalan yang akan dibangun. Tinggi permukaan badan jalan dapat dilihat Setelah garis perataan dibuat.
f. Perbedaan galian dan timbunan
    Yang dimaksud disini adalah perbedaan tinggi galian dan timbunan. Dengan memperhatikan posisi penampang memanjang tanah dan garis perataan pada tiap-tiap profil dapat dilihat apakah terjadi galian atau timbunan.
g. Pelandaian /helling mula-mula
    Pelandaian atau helling mula-mula merupakan persentase perbandingan antara selisih tinggi tanah di as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antara titik profil.
h. Pelandaian garis perataan
    Pelandaian garis perataan merupakan persentase perbandingan antara selisih tinggi as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antara dua titik profil yang berurutan.
i. Jalan lurus/belokan
    Pada baris ini hanya digambarkan suatu gambar kode untuk melihat secara tepat dimana terdapat jalan lurus, dimana terdapat beloakn serta berapa besar jari-jari belokan. Pada jalan lurus hanya digambarkan garis lurus, dan pada belokan digambar dengan bentuk busur.
Bentuk busur keatas jika beloakn kekiri dan terbuka kebawah jika beloaknnya kekanan. Didalam busur dicantumkan besarnya jari-jari dan sudut belokan.
Arah jalan lurus


Arah belokan kekanan


Arah belokan ke kiri



3. Pembuatan Penampang Melintang
Untuk dapat menafsir besarnya volume pekerjaan tanah untuk menduga berapa besar tanah yang akan digali dan yang akan ditimbun, perlu dibuat penampang melintang.
Atas dasar pekerjaan penampang memanjang dapat dibuat penampang melintang tanah asal dan penampang melintang jalan pada pekerjaan penampang melintang.
Bagian-bagian jalan yang dapat dilihat pada penampang melintang adalah:
a.    Selokan yang terdapat di kiri dan kanan jalan
b.    Jalur lunak (berm) yang berdampingan dengan selokan
c.    Jalur jalan yang dilalui kendaraan

Disamping itu terlihat pula penampang melintang tanah asal. Dengan penggambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal maka akan terlihat besarnya galian atau timbunan tanah yang harus dikerjakan pada suatu titik profil.





Gambar 1. Penampang melintang badan jalan

Apabila digabungkan antara penampang melintang tanah dan penampang memanjang badan jalan, maka dapat terlihat penampang melintang galian dan timbunan.






Gambar 2. Galian dan timbunan yang terlihat pada penampang melintang jalan

Tahapan-tahapan pembuatan penampang melintang adalah sebagai berikut:
a.    Untuk menggambarkan penampang melintang trace, langkah pertama adalah membuat bidang melintang trace pada peta situasi. Bidang ini akan menggambarkan garis lurus yang memotong garis lurus trace.
b.    Kemudian bidang melintang trace pada peta situasi tersebut dipindahkan keatas kertas grafik dengan skala 1:200.
c.    Selanjutnya penampang melintang trace digambarkan pada perpotongan tinggi as jalan dengan bidang melintang trace yang dipindahkan tersebut dengan ketentuan:
-    lebar badan jalan 5 meter
-    lebar berm di kiri dan kanan jalan masing-masing 1,5 m.
-    parit atau seloakn dibuat selebar 0,5 m dikiri dan kanan dengan kedalaman 0,25 m dan kemiringan selokan 1:1 dengan lebar sudut selokan 45º.

4. Pembuatan Daftar Pekerjaan Tanah
Cara menghitung luas penampang galian dan timbunan dapat dilakukan dengan sistematis. Dalam penentuan luas penampang galian dan timbunan dibuat daftar pekerjaan tanah. Dengan daftar pekerjaan tanah dapat diperkirakan secara global besarnya galian dan timbunan pada seluruh pekerjaan pembuatan jalan ini.
Cara untuk mencari volume galain dan timbunan digunakan prinsip seperti menghitung volume limas terpancung. Untuk itu perlu dicari terlebih dahulu luas masing-masing bidang galian dan timbunan pada tiap-tiap profil, kemudian dicari rata-rata bidang galian dan timbunan antara dua titik profil yang berdekatan. Selanjutnya dengan mengaliakn rata-rata bidang galian dan timbunan dengan jarak titik profil yang berdekatan maka akan dihasilkan taksiran volume galian dan timbunan pada jalan yang akan dibuat, meskipun berupa taksiran secara kasar.
Dengan diketahuinya luas penampang galian dan timbunan, maka dapat dihitung luas penampang rata-ratanya, yaitu:
a. Luas rata-rata galian
    Luas penampang galian 1 + Luas penampang galian 2
                                                      2
b. Luas rata-rata timbunan
    Luas penampang timbunan 1 + Luas penampang timbunan 2
                                                            2

Sedangkan untuk mencari volume galian dan timbunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
a. Volume galian
    Jarak profil x luas rata-rata penampang galian
b. Volume timbunan
    jarak profil x luas rata-rata penampang timbunan

5. Analisa Biaya
Untuk mengetahui berapa besar biaya yang diperlukan dalam pembuatan jalan secara keseluruhan, harus diketahui berapa besarnya volume tanah galian dan volume timbunan sepanjang jalan yang dibuat. Telah ditetapkan bahwa:
a.    besarnya biaya galian permeter kubik = Rp 40.000,-
b.    besarnya biaya timbunan permeter  kubik = Rp 35.000,-
Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam daftar pekerjaan tanah, dapat diketahui besarnya biaya dalam pembuatan jaringan jalan hutan.



















BAB IV
ANALISA DATA

A. Pembuatan Trace
Pembuatan trace jalan dari titik A ke titik B yang dibuat pada peta topografi skala 1:2000 diperoleh hasil dengan data sebagai berikut:
Tabel 1. Tinggi titik-titik profil
    Nomor profil    Tinggi titik profil (m dpl)
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B    517
513
513
516
513
513
513
517
522
530
535


Tabel 2. Jarak antar titik profil
Nomor profil    Jarak antar titik profil (m )
A - 1
1 - 2
2 - 3
3 - 4
4 - 5
5 - 6
6 - 7
7 – 8
8 – 9
9 - B    76
90
70
45,53
45,53
76
66
70
100
54


Pada tahap pembuatan trace dilakukan penghitungan helling dari masing-masing titik profil. Pada pembuatan trace ini terdapat 13 titik profil termasuk titik A dan B. Persamaan yang digunakan untuk menentukan helling adalah sebagai berikut:
H = Bt  x 100%            dimana: H    = helling
                     J                        
                              Bt    = beda tinggi
                              J    = jarak antar profil
Sedangkan untuk belokan, untuk mendapatkan panjang busur J (jarak antar titik profil pada belokan) adalah sebagai berikut:
J =    α    x 2 x η x R
                  360
dimana:    J    = jarak antar profil
        α    = sudut antar profil
        R    = jari-jari

Berikut adalah pehitungan helling untuk titik antar profil.
a. Titik profil A - 1
    Bt    = 517 - 513 = 4
    J    =. 76  m
    H    = 4/76 x 100% = 5,26%

b. Titik profil 1 - 2
    Bt    = 513 - 513 = 0
    J    =. 90 m
    H    = 0/90 x 100% = 0%
c. Titik profil 2 - 3
    Bt    = 513 - 516 = 3
    J    =. 70 m
    H    = 3/70 x 100% = 4,28%

d. Titik profil 3 - 4
    Bt    = 516 – 513 = 3
    α    = 29˚
    R    = 90 m
    J    =    29   x 2 x 3,14 x 90 = 45,53 m
             360
    H    = 3/45,53 x 100% = 6,58%

e.  Titik profil 4 - 5
    Bt    = 513 – 513 = 0
    α    = 29˚
    R    = 90 m
    J    =    29    x 2 x 3,14 x 90 = 45,53 m
             360
    H    = 0/45,53 x 100% = 0 %

f. Titik profil 5 – 6
    Bt    = 513 – 513 = 0
    J    =  76 m
   
    H    = 0/76 x 100% = 0%
g. Titik profil 6 – 7
    Bt    = 513 – 517 = 4
    J    =  66 m
   
    H    = 4/66 x 100% = 6%

h. Titik profil 7 – 8
    Bt    = 517 - 522 = 5
    J    =.70 m
    H    = 5/70 x 100% = 7,14%

i. Titik profil 8 – 9
    Bt    = 522– 530 = 8
    J    =  100m
   
    H    = 8/100 x 100% = 8%

j. Titik profil 9 – B
    Bt    = 530 – 535 = 5
    J    =  54 m
   
    H    = 5/54 x 100% = 9,25%


    Hasil-hasil hitungan tersebut kemudian dimasukkan kedalam table Daftar Pembantu Pembuatan Trace.


Tabel 3. Daftar Pembantu Pembuatan Trace
Nomor profil    Jarak antar titik (m)    Beda tinggi
(m)    Helling %    Belokan/lurus    keterangan
A – 1
1 – 2
2 – 3
3 – 4
4 – 5
5 – 6
6 – 7
7 – 8
8 – 9
9 - B
    76
90
70
45,53
45,53
76
66
70
100
54
    4
0
3
3
0
0
4
5
8
5    5,25
0
4,28
6,58
0
0
6
7,14
8
9,25    Lurus
Lurus
Lurus
Belokan
Belokan
Lurus
Lurus
Lurus
Lurus
Lurus
    -
-
-
α=29,R=90
α=29,R=90
-
-
-
-
-


B. Pembuatan Penampang Memanjang
1. Nomor titik profil
Nomor titik profil disini adalah titik-titik pada trace yang dimulai dari A, 1, 2, 3, …. B yang kesemuanya telah mempunyai ketinggian dari permukaan laut.
2. Jarak antar titik profil
Jarak antar titik A – 1     adalah     76 m
1 – 2     adalah     90 m
2 – 3     adalah     70 m
3 – 4     adalah     45,53 m
4 – 5     adalah     45,53 m
5 – 6     adalah     76 m
6 – 7     adalah     66 m
7 – 8     adalah     70 m
8 – 9    adalah     100 m
9 – B     adalah     54 m

3. Jarak langsung
Jarak dari A ke titik 1  = 76 m
A ke titik 2  = 76 + 90 = 166 m
A ke titik 3  = 166 + 70  = 236 m
A ke titik 4  = 236 + 45,53 = 281,53 m
A ke titik 5  = 45,53 + 45,53 = 327,06 m
A ke titik 6  = 327,06 + 76 = 403,06 m
A ke titik 7  = 403,06 + 66  = 469,06 m
A ke titik 8  = 469,06 + 70 = 539,06 m
A ke titik 9  = 539,06 + 100 = 639,06 m
A ke titik B  = 639,06 + 54 = 693,06 m
Jadi jarak keseluruhan jalan adalah 693,06 meter.

4. Tinggi tanah di as jalan
Tinggi tanah di as jalan merupakan tinggi titik profil dilapangan Sebelum ditarik garis perataan.
Tabel 4. Tinggi tanah di as jalan
Nomor profil    Tinggi tanah di as jalan (m dpl)
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B    517
513
513
516
513
513
513
517
522
530
535

5. Tinggi as jalan
Tinggi as jalan adalah titik profil setelah ditarik garis perataan pada gambar penampang memanjang.
Tabel 5. Tinggi as jalan
    Nomor profil    Tinggi as jalan (m dpl)
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B    516
516,1
516,2
516,4
516,6
516,8
517
520
522,8
525,8
529

6. Perbedaan galian dan timbunan
Perbedaan galian dan timbunan dapat dicari pada penampang memanjang dengan melihat garis tinggi tanah di as jalan dan garis perataannya ( tinggi as jalan ).
Profil A
Galian        = 517 – 516 = 1 meter
Profil 1
    Timbunan    = 513 – 516,1 = 3,1 meter
Profil 2
    Timbunan    = 513 – 516,2 = 3,2 meter
Profil 3
    Timbunan    = 516 – 516,4 = 0,4 meter
Profil 4
    Timbunan    = 513 – 516,6 = 3,6 meter
Profil 5
    Timbunan    = 513 – 516,8 = 3,8 meter

Profil 6
    Timbunan    = 513 – 517 = 4 meter
Profil 7
    Timbunan    = 517 – 520 = 3 meter
Profil 8
    Timbunan    = 522 – 52,8 = 0,8 meter
Profil 9
    Galian        = 530 – 525,8 = 4,2 meter
Profil B
    Galian        = 535 – 529 = 6 meter


7. Helling mula-mula
    Nomor profil    Helling mula-mula (%)
A – 1
1 – 2
2 – 3
3 – 4
4 – 5
5 – 6
6 – 7
7 – 8
8 – 9
9 - B    5,25
0
4,28
6,58
0
0
6
7,14
8
9,25

8.Helling garis perataan
Perhitungan helling untuk garis perataan sama dengan perhitungan helling mula-mula. Beda tinggi antara titik-titik profil pada garis perataan dicari untuk tiap dua titik. Untuk jarak antar profil sama dengan jarak Sebelum perataan.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
H = Bt x 100%
                    J
    Berikut adalah penghitungan helling garis perataan antar titik profil:
a. Titik profil A - 1
Bt = 516 – 516,1 = 0,1
J   = 76 m
H   =  0,1  x 100% = 0,13 %
              76

b. Titik 1 - 2
Bt = 516,1 – 516,2 = 0,1
J   = 90 m
H   =  0,1   x 100% = 0,11 %
          90

c. Titik 2 - 3
Bt = 516,2 – 516,4 = 0,2%
J   = 70 m
H   =  0,2   x 100% = 0,28 %
          70

d. Titik 3 - 4
Bt = 516,4 – 516,6 = 0,2
J   = 45,53 m
H   =  0,2  x 100% = 0,43 %
        45,53

e. Titik 4 - 5
Bt = 516,6 – 516,8 = 0,2
J   = 45,53 m
H   =  0,2   x 100% = 0,43 %
         45,53

f. Titik 5 - 6
Bt = 516,8 – 517 = 0,2
J   = 76 m
H   =  0,2   x 100% = 0,26 %
          76

g. Titik 6 - 7
Bt = 517 – 520 = 3
J   = 66 m
H   =  3   x 100% = 4,54 %
         66

h. Titik 7 - 8
Bt = 520 – 522,8 = 2,8
J   = 70 m
H   =  2,8   x 100% = 4 %
          70

h. Titik 8 - 9
Bt = 522,8 – 525,8 = 3
J   = 100 m
H   =  3   x 100% = 3 %
         100

h. Titik 9 - B
Bt = 525,8 – 529 = 3,2
J   = 54 m
H   =  3,2   x 100% = 5,92 %
          54
Tabel 6. Helling garis perataan
Nomor profil    Jarak antar profil (m)    Beda tinggi (m)    Helling(%)
A – 1
1 – 2
2 – 3
3 – 4
4 – 5
5 – 6
6 – 7
7 – 8
8 – 9
9 - B    76
90
70
45,53
45,53
76
66
70
100
54
    0,1
0,1
0,2
0,2
0,2
0,2
3
2,8
3
3,2    0,13
0,11
0,28
0,43
0,43
0,26
4,54
4
3
5,93
9. Jalan lurus / belokan
Titik profil    A – 1     adalah     lurus
1 – 2     adalah     lurus
2 – 3     adalah     lurus
3 – 4     adalah     belokan, dengan R = 90, α = 29
4 – 5     adalah     belokan, dengan R = 90, α = 29
5 – 6     adalah     lurus
6 – 7     adalah     lurus  
7 – 8    adalah     lurus
8 – 9    adalah     lurus
9 – B    adalah     lurus

C. Pembuatan Penampang Melintang
Pengukuran dilakukan pada masing-masing titik profil pada peta topografi secara tegak lurus dengan skala pembuatan gambar 1 : 200. dari data-data yang telah ada maka dapat langsung dibuat gambar penampang melintang yang sesuai dengan angka-angka yang diperoleh pada perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan seperti tinggi tanah di as jalan, tinggi as jalan atau garis perataan serta panjang badan jalan,berm dan selokan. Gambar penampang melintang dapat dilihat pada lampiran.

D. Daftar Pekerjaan Tanah
Daftar pekerjaan tanah ini dilakukan dengan menghitung luas galian dan timbunan pada masing-masing titik profil dengan melihat penampang melintangnya. Setelah luas untuk masing-masing titik profil diperoleh, maka untuk mencari volume antara dua titik yang berdekatan adalah dengan mencari luas rata-ratanya dan dikalikan dengan jarak antar titik profil tersebut.
Karena skala penampang melintang yang digunakan adalah 1 : 200, maka luas 0,25 cm² atau 25 mm² di gambar sama dengan luas 1 m² dilapangan. Atau dalam satuan cm adalah 1 cm² digambar sama dengan 4 m² dilapangan.
1 cm² = 1cm x 1 cm
          = (200 x 200) cm
          = (2 x 2) m
          = 4 m²
Jadi 1 cm² = 4 m²
       0,25 cm² = 1 m²
          25 mm²= 1 m²
Perhitungan luas galian dan timbunan pada masing-masing titik profil adalah sebagai berikut:
a. Luas segitiga        = ½ x alas x tinggi
b. Luas trapesium        = ½ x (jumlah sisi sejajar) x tinggi
c. Luas persegi panjang    = panjang x lebar
d. Luas persegi        = sisi x sisi


Profil A













Galian:
1.    Luas 1 = ½ x 5 x 5 = 12,5 mm² = 0,5 m2
2.    Luas 2 = 3 x 5 = 15 mm² = 0,6 m2
3.    Luas 3 = 20 x 5 = 100 mm² = 4 m2
4.    Luas 4 = ½ x 5 x 15 = 37,5 mm² = 1,5 m2
5.    Luas 1 talud = 1 x ½ x 2,5 x 1,25 = 1,5625 mm² = 0,0625 m2
Luas galian dilapangan    =  6,6625 m2



Profil 1










Timbunan :
1. Luas 1    = 20 x 10 = 200 mm² = 8 m2
2. Luas 1    = ½ x 5 x 30 = 75 mm² = 3 m2
3. Luas 1    = ½ x 5 x 5 = 12,5 mm² = 0,5 m2
4. Luas 1    = ½ x 10 x 25 = 125 mm² = 5m2
5. Luas 1    = ½ x 10 x 10 = 50 mm² = 5 m2
6. Luas 1    = 20 x 5 = 100 mm² = 4 m2
Luas timbunan di lapangan    = 22,5 m²







Profil 2















Timbunan :
1. Luas 1    = ½ x 16 x 16 = 128mm² = 5,12 m²
2. Luas 2    = 10 x 16 = 320 mm² = 12,8 m²
3. Luas 3    = 10 x 16 = 320 mm² = 12,8 m²
4. Luas 4    = ½ x 16 x 16 = 128mm² = 5,12 m²
Luas timbunan dilapangan    = 35,84 m²

Profil 3















Timbunan:
1. Luas 1    = ½ x 8 x 17 = 68 mm²  = 2,72 m²
2. Luas 2    = ½ x 5 x 7 = 17,5 mm² = 0,7 m²
3. Luas 3    = 15 x 2= 30 mm² = 1, 2 m²
4. Luas 4    = ½ x 5 x 15 = 37,5mm² = 1,5 m²
5. Luas 5    = 17 x 2 = 34 mm² = 1,36 m²
6. Luas 6    = ½ x 3x 17 = 25,5 mm² = 1,02 m²
7. Luas 7    = ½ x 6 x 6 = 18 mm² = 0,72 m²
Luas timbunan dilapangan    =  9,22 m²

Profil 4











Timbunan:
1. Luas 1    = ½ x 18 x 18 = 162 mm² = 6,48 m²
2. Luas 2    = 20 x 18 = 360 mm² = 14,4 m²
3. Luas 3    = 20 x 8 = 160 mm² = 6,4 m²
4. Luas 4    = ½ x 10 x 28 = 140 mm² = 5,6 m²
5. Luas 5    = ½ x 8 x 8 = 32 mm² = 1,28 m²
Luas timbunan di lapangan    = 34,16 m²

Profil 5










Timbunan:
1. Luas 1    = ½ x 19 x 19 = 180,5 mm² = 7,22 m²
2. Luas 2    = 20 x 20 = 400 mm² = 16 m²
3. Luas 3    = 20 x 20 = 400 mm² = 16 m²
4. Luas 4    = ½ x 19 x 19    = 180,5 mm² = 7,22m²
Luas timbunan di lapangan    = 46,44 m²

Profil 6










Timbunan:
1. Luas 1    = 20 x 15 = 300 mm² = 12 m²
2. Luas 2    = ½ x 5 x 35 = 87,5 mm² = 3,5 m²
3. Luas 3    = 20 x 20 = 400 mm² = 16 m²
4. Luas 4    = ½ x 20 x 20 = 200 mm² = 8 m²
5. Luas 5    = ½ x 15 x 15 = 112,5 mm² = 4,5 m²
Luas timbunan di lapangan    =  44  m²

Profil 7










Timbunan:
1. Luas 1    = ½ x 15 x 15 = 112,5 mm²  = 4,5 m²
2. Luas 2    = 40 x 15 = 600 mm² = 24  m²
3. Luas 3    = ½ x 15 x 15= 112,5 mm² = 4,5 m²
4. Luas 4    = ½ x 8 x 35 = 140 mm² = 5,6  m²
5. Luas 5    = ½ x 8 x 35 = 140 mm² = 5,6  m²
6. Luas 6    = ½ x 8x 10 = 40 mm² = 1,6 m²
7. Luas 7    = ½ x 8x 10 = 40 mm² = 1,6 m²
Luas timbunan dilapangan    =  47,4 m²

Profil 8










Timbunan :
1. Luas 1    = ½ x 4 x 4 = 8 mm²  = 0,32 m²
2. Luas 2    = 20 x 5 = 100 mm² = 4  m²
3. Luas 3    = 20 x 5 = 100mm² = 4 m²
4. Luas 4    = ½ x 4 x 4 = 8 mm² = 0,32  m²
5. Luas 5    = ½ x 4 x 24 = 48 mm² = 1,92  m²
6. Luas 6    = ½ x 4x 5 = 10 mm² = 0,4 m²
Luas timbunan dilapangan    =  10,96  m²

Profil 9








Galian:
1. Luas 1    = ½ x 3 x 5 = 7,5 mm²  = 0,3  m²
2. Luas 2    = 40 x 6 = 240 mm² = 9,6  m²
3. Luas 3    = ½ x 15 x 23= 172,5 mm² = 6,9  m²
4. Luas 4    = ½ x 14 x 15 = 127,5 mm² = 5,1  m²
5. Luas 5    = ½ x 8 x 6 = 24 mm² = 0,96  m²
6. Luas 2 talud    = 2 x ½ x 2,5 x 1,25 = 3,125 mm² = 0,125 m2
Luas timbunan dilapangan    =  22,985 m²

Profil B










Galian:
1. Luas 1    = ½ x 9 x 22 = 99 mm²  = 3,96  m²
2. Luas 2    = ½ x (21 + 7) x 15 = 205,5 mm² = 8,1  m²
3. Luas 3    = 24 x 16= 384 mm² = 15,36  m²
4. Luas 4    = ½ x 6 x 16 = 48 mm² = 1,92  m²
5. Luas 5    = ½ x 5 x 23 = 57,5 mm² = 2,3m²
6. Luas 6    = 25 x 20= 500 mm² = 20  m²
7. Luas 7    = ½ x (3 + 23) x 5 = 65 mm² = 2,6  m²
8. Luas 8    = 3 x 20= 60 mm² = 2,4  m²
9. Luas 9    = ½ x 20 x 20 = 200 mm² = 8 m²
10. Luas 2 talud    = 2 x ½ x 2,5 x 1,25 = 3,125 mm² = 0,125 m2
Luas timbunan dilapangan    =  64,765 m²


Tabel 7. Daftar Pekerjaan Tanah

Titik profil    Titik antar profil    Jarak (m)    Luas penampang (m)    Luas penampang rata-rata (m²)    Volume (m³)
            Galian    Timbunan    Galian    Timbunan    Galian    Timbunan
A            6,662    -              
    A – 1    76            3,33    -    253,08    -
1            -    22,5              
    1 – 2    90            -    29,17    -    2.625,3
2            -    35,84              
    2 – 3    70            -    22,53    -    1.577,1
3            -    9,22              
    3 – 4    45,53            -    21,69    -    987,54
4            -    34,16              
    4 – 5    45,53            -    40,3    -    1.834,85
5            -    46,44              
    5 – 6    76            -    45,22    -    3.436,72
6            -    44              
    6 – 7    66            -    45,7    -    3.016,2
7            -    47,4              
    7 – 8    70            -    29,18    -    2.042,6
8            -    10,96              
    8 – 9    100            -    5,48    -    548
9            22,985    -              
    9 - B    54            43,87    -    2.368,98    -
B            64,765    -              
        693,06                    2.622,06    16.068,32

E. Penentuan Biaya
Untuk Mengetahui besarnya biaya yang akan diperlukan di dalam pembuatan trace jalan secara keseluruhan, harus diketahui besarnya volume tanah galian dan timbunan sepanjang jalan yang akan dibuat. Telah ditentukan bahwa besarnya biaya galian per m³ adalah sebesar Rp 40.000,- dan besarnya biaya timbunan per m³ adalah sebesar Rp 35.000,-. Dari daftar pekerjaan tanah diperoleh total biaya sebagai berikut:
Total biaya galian        = 2.622,06 x Rp 40.000,-
= Rp 104.882.400
Total biaya timbunan    = 16.068,32 x Rp 35.000,-
                = Rp 562.391.200
Besar biaya keseluruhan    = Rp 104.880.400 + Rp 562.391.200
                = Rp 667.273.600













BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembuatan Trace
Dari hasil pembuatan trace jalan yang telah dibuat diperoleh titik profil sebanyak 11 profil termasuk titik A dan B, dan terdapat 1 belokan dengan panjang trace sepanjang 693,06 m.
Adapun tujuan dibuatnya perancanaan trace ini adalah untuk memperoleh jalan angkutan kayu atau log secara cepat dan lancar, serta dengan biaya pembuatan dan biaya pemeliharaan seminimal mungkin. Hal ini tentunya sangat membantu di dalam meningkatkan hasil dan produktivitas perusahaan untuk menghasilkan dan menyalurkan hasil hutan kayu ataupun non kayu dari dalam keluar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen.
Dalam pembuatan trace jalan ada beberapa hal yang pelu diperhatikan, antara lain:
1. Jalan diusahakan dibuat selurus mungkin.
Hal ini untuk dan dimaksudkan demi meminimalkan biaya yang akan digunakan dan memperpendek rute yang akan ditempuh untuk angkutan kayu. Akan tetapi untuk membuat jalan yang lurus akan selalu menemui halangan dari alam seperti kelerengan yang curam sehingga tidak memungkinkan membuat jalan di daerah tersebut. Dengan kondisi seperti ini terpaksa harus dibuat beloakn untuk menghindari daerah tersebut dengan maksud mengurangi terjadinya resiko kecelakaan pada jalan etrjal.
2. Pembuatan belokan dimaksudkan untuk:
a.    Belokan dibuat untuk menghindari helling atau tanjakan maksimum.
b.    Pembuatan beloakn untuk menghindari pembuatan bangunan-bangunan yang mahal seperti jembatan. Jika dalam pembuatan trace jalan bertemu dengan sungai dan untuk melewati sungai harus dibuat jembatan dengan biaya pembuatan yang besar, maka akan lebih baik dibuat belokan dengan biaya yang lebih murah.
c.    Beloakn dibuat untuk kepentingan pembukaan sekunder wilayah hutan.
d.    Beloakn dibuat untuk menghindari keadaan yang luar biasa seperti adanya jurang, adanya banjir dan lain sebagainya.
3. Helling atau tanjakan
a.    Helling untuk daerah datar maksimum 5%
b.    Helling untuk daerah pegunungan ringan 6 – 7 %
c.    Helling untuk daerah pegunungan berat 8 – 10 %
d.    Helling untuk belokan maksimum 5%

B. Penampang Memanjang
Pembuatan penampang memanjang didasarkan pada pkerjaan pembuatan trace jalan peta topografi. Penampang memanjnag menggambarkan secara kasar penampang memanjang tanah asli dimana akan dilalui trace jalan yang direncanakan sesuai dengan titik-titik profil yang telah dibuat pada penarikan trace pada peta topografi. Dari titik-titik profil yang berjumlah 11 profil dihubungkan menjadi suatu trace jalan yang merupakan gambaran tanah asli dengan tinggi tanah di as jalan yang terendah 513 m dpl dan yang paling tinggi 535 m dpl dengan jarak keseluruhan jalan 693,06 m.
Penampang memanjang tanah asli merupakan trace jalan dengan tingkat helling yang masih agak kasar dan agak berbeda nilainya pada tiap titik profil. Untuk itu perlu adanya garis perataan yang dbuat untuk memperlembut helling yang berasal dari tanah asli tersebut. Dengan ditariknya garis perataan maka tinggi as jalan untuk titik profil akan mempunyai tingkat perbedaan yang minimal sehingga akan menghasilkan helling perataan yang hampir sama dan akan menghasilkan pendakian yang lembut.
Pembuatan garis perataan tentunya akan berbeda dengan penampang tanah asli. Hal ini tentunya akan menghaislkan adanya galian atau timbunan yang merupakan selisih antara tinggi tanah asli dengan permukaan as jalan atau garis perataan. Untuk galian terendah 1 m dan tertinggi 6 m dengan jumlah galian sebanyak 13 galian. Untuk timbunan terendah 0,4 m dan tertinggi 4 m dengan jumlah timbunan sebanyak 19 timbunan. Dari adanya perbedaan galian dan timbunan ini akan dapat dicari luas dan volume galian dan timbunan.

C. Penampang Melintang
Penampang melintang erat kaitannya dengan pekerjaan pembuatan trace dan pembuatan penampang memanjang jalan. Penampang melintang dibuat untuk menaksir besarnya volume pekerjaan tanah dan menduga berapa besar tanah yang akan digali dan yang akan ditimbun. Penampang melintang yang dibuat berdasarkan trace jalan pada peta topografi, penampang memanjang tanah asal dan penampang memanjang jalan Setelah ditarik garis perataan. Pada penampang melintang terdiri dari:
a.    Jalur jalan yang dilalui kendaraan
b.    Jalur lunak (berm)
c.    Selokan pada kiri kanan jalan
d.    Galian atau timbunan atau kedua-duanya
Dengan penggambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal maka akan terlihat besarnya galian atau timbunan tanah yang harus dikerjakan pada suatu titik [rofil.
Dari 11 titik profil dengan penampang melintang yang berbeda memiliki luas galian dan timbunan yang berbeda. Untuk galian terkecil terdapat pada profil 1 dengan luas galian 6,662 m² dan untuk galian terbesar terdapat pada profil B dengan luas galian 64,765 m². Untuk timbunan terkecil terdapat pada profil 3 dengan luas timbunan 9,22 m² dan untuk timbunan terbesar terdapat pada profil 7 denagn luas timbunan 47,4 m².


D Daftar Pekerjaan Tanah
Dari hasil pembuatan penampang melintang dapat diketahui galian dan timbunan pada masing-masing titik profil. Pada titik profil A, 1, 2, 3, …… sampai B lebih banyak terjadi timbunan dari pada galian. Hal ini disebabkan karena tinggi tanah di as jalan lebih besar daripada tinggi as jalan pada beberapa titik profil yaitu profil 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Apabial luas telah diketahui, maka untuk mencari volume dua titik profil yang berdekatan yaitu dengan mencari luas rata-ratanya dan dikalikan dengan jarak kedua profil tersebut. Dengan daftar pekerjaan tanah dapat ditaksir secara global besarnya galian dan timbunan pada seluruh pekerjaan pembuatan jalan. Dari hasil pembuatan trace jalan ini, diperoleh hasil untuk volume galian total sebesar 2.622,06 m³ dan volume timbunan total sebesar 16.068,32 m³.

E. Penentuan Biaya
Penentuan biaya dilakukan apabila volume total galian dan timbunan telah diketahui sehingga dapat diketahui biaya yang diperlukan dalam pembuatan trace jalan secara keseluruhan. Telah ditetapkan bahwa biaya untuk galian adalah              Rp 40.000,- per meter kubik dan biaya untuk timbunan adalah Rp 35.000,- per meter kubik. Dari biaya yang telah ditetapkan, maka dapat diketahui biaya untuk galian dan timbunan. Untuk galian biaya yang diperlukan sebesar Rp 104.880.400,- dan untuk biaya timbunan sebesar Rp 562.391.200,-. Untuk biaya keseluruhan pembuatan trace jalan adalah sebesar Rp 667.273.600,-.









BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
    Dari kegiatan perencanaan pembuatan trace jalan yang telah dilakukan dapat diperoleh beberapa Kesimpulan, antara lain:
1.    Jumlah titik profil sebanyak 11 profil termasuk A dan B. Banyaknya titik profil dimaksudkan untuk menghindari helling yang melebihi maksimum untuk tiap profil.
2.    Jarak langsung dari titik profil A ke titik profil B adalah sepanjang 693,06 meter.
3.    Total volume galian sebesar 2.622,06 m³ dan total volume timbunan sebesar 16.068,32 m³.
4.    Semakin banyak atau besar galian dan timbunan, semakin besar pula volume dan biaya pekerjaannya.
5.    Besar biaya yang diperlukan untuk kegiatan pekerjaan trace jalan sebesar Rp 667.273.600.


B. saran
1.    Pembuatan trace harus direncanakan dengan baik dalam perencanaan pembuatan jaringan jalan hutan dan sebaiknya jumlah belokan tidak terlalu banyak agar dapat mengurangi biaya yang diperlukan.
2.    Ketelitian di dalam menentukan trace definitive adalah kunci keberhasilan rencana pembuatan jalan.
3.    Pembuatan trace pada daerah bertopografi sebaiknya digunakan peta dengan skala yang besar agar lebih teliti.



DAFTAR PUSTAKA


Sofyan, 1976. Dasar-dasar Konstruksi Jalan Hutan, Pengantar Kultur Teknis bagian I, yayasan Fakultas kehutanan Universitas gadjah Mada, Yogyakarta.

Juta, E. H. P., 1954. Pemungutan Hasil Hutan, Timun Mas NV, Bogor.

Soeparto, RS dan Dr. Ir. Marikanto, 1985. Pembukaan Wilayah Hutan dan Angkutan (Major Transportation), Diklat Pengawas Eksploitasi hutan, Proyek Pendidikan Latihan dan Pengendalian Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Kalimantan Barat, Pontianak.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.