Selasa, 21 Februari 2012

tugas sosiologi kehutanan

I.  PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropik ketiga di dunia, dengan ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropik dataran rendah dan dataran tinggi sampai dengan hutan rawa gambut, rawa air tawar dan Hutan Bakau (mangrove). Hutan di Indonesia juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang yang sangat tinggi, sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, social budaya maupun ekologi. Namun, seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap sumber daya hutan semakin meningkat.
Salah satu kesulitan pengelolaan hutan saat ini adalah mengenai luas wilayah hutan yang sebenarnya dimiliki oleh
 negara kita masih menjadi perdebatan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan pengertian hutan adalah sebagai berikut :
”Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya lama hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.”
Berdasarkan pengertian tersebut maka luas hutan di Indonesia menurut penelitian pada tahun 1990-1994 adalah 109 Ha atau 57% dari luas daratan nasional. Tetapi luas ini terus menurun dari tahun ke tahun. Bahkan pada pertengahan tahun ini Indonesia dikatakan mengalami deforestasi terbesar di dunia.
Dalam Agenda 21 Indonesia, Bappenas  menyoroti bahwa faktor-faktor yang menekan hutan Indonesia adalah sebagai berikut :
1.    Pertumbuhan Penduduk dan penyebarannya yang tidak merata
2.    Konversi hutan untuk pertambangan dan pengembangan perkebunan
3.    Pengabaian atau ketidak tahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam memanfaatkan sumberdaya alam.
4.    Program Transmigrasi
5.    Pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basah
6.    Degradasi hutan bakau karena dikonversi menjadi tambak
7.    Pemungutan spesies hutan secara berlebihan
8.    Introduksi spesies eksotik.
Menurut Status Lingkungan Hidup 2005, penyebab penurunan hutan di daerah, bermacam-macam mulai dari perambahan hutan yang berkaitan dengan krisis ekonomi, tingginya kebutuhan akan lahan pertanian, masalah-masalah kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya hutan, hingga inkonsistensi antara rencana tata ruang dan implementasinya di tingkat lapangan.
B.Rumusan Masalah
Maka masalah-masalah utama pengelolaan hutan terdiri atas :
  1. Masalah yang terkait dengan pola pengelolaan sumberdaya hutan (masalah filosofik dan konsep pengelolaan sumberdaya hutan)
  2. Masalah meningkatnya penebangan kayu ilegal
  3. Masalah perambahan hutan
Pola pengelolaan sumberdaya hutan selama ini terlalu berorientasi pada tujuan ekonomi jangka pendek melalui pola pemanfaatan hasil hutan kayu. Hal ini tidak/kurang sesuai dengan karakteristik biofisik dan sosial-budaya yang lebih tepat menekankan pada pola pengelolaan sumberdaya hutan berbasis ekowisata dan fungsi/hasil hutan bukan kayu (non timber forest products). Penebangan kayu ilegal umumnya terkait dengan masalah besarnya tekanan penduduk (lokal) terhadap lahan termasuk sumberdaya hutan, kapasitas industri yang melebihi pasokan kayu legal, dan masalah konsistensi dan penegakan hukum. Sedangkan masalah perambahan hutan oleh masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan terjadi karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam pengelolaan hutan oleh pemerintah dan/atau pengusaha.
Kerusakan hutan juga disebabkan oleh proses pembuatan kebijakan pengelolaan hutan yang tidak transparan karena diatur oleh wewenang negara, tanpa ada ruang untuk berbeda pendapat. Proses pembuatan keputusan bersifat sentralistik dan hirarkis serta mengabaikan masyarakat lokal dan daerah. Sehingga melihat berbagai persoalan yang telah dijabarkan sebelumnya, keterlibatan masyarakat lokal dan daerah merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan hutan.
C. Tujuan
Mengetahui permasalahan-permasalahan kerusakan hutan yang terjadi dengan melihat beberapa factor penyebabnya dan melihat pihak-pihak yang terkait
II.PEMBAHASAN
A.Hubungan Masyarakat dengan Hutan
Manusia tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya, bahkan sangat tergantung pada lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dalam memanfaatkan sumber daya alam sebagai wujud mata pencaharian, kegiatan manusia mengalami tahap perkembangan, yaitu (a) sebagai pemburu dan peramu (huntering and gathering); (b) peternak, penanam tanaman di ladang secara berpindah-pindah (nomaden), penangkap ikan; dan (c) penanaman tanaman secara menetap dengan memanfaatkan pupuk kimia, pestisida dan irigasi.
Melalui tahap perkembangan itu manusia belajar mengelola lingkungannya. Tetapi seiring dengan perkembangan manusia terutama sejak revolusi industri, perkembangan manusia telah menyebabkan permasalahan lingkungan yang sangat kompleks disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam.
Sebanyak 65 juta Rakyat Indonesia hidupnya bergantung pada hutan. Ini meliputi penduduk asli, transmigran yang sudah lama, trnsmigran resmi dan swakarsa yang baru di luar pulau Jawa serta petani dan masyarakat kesukuan di berbagai pulau. Lahan hutan yang ditempati dan/atau “dimiliki” oleh penduduk setempat diperkirakan antara 10% sampai 60% dari seluruh lahan hutan.
Masyarakat yang hidupnya bergantung dari hutan ini seringkali merupakan kelompok yang paling miskin di Indonesia. Dari 25,9 juta orang yang dikategorikan miskin di Indonesia, 34% hidup di dan di sekitar hutan, Diperkirakan pada tahun 2008, sekitar 40% penduduk pedesaan di Indonesia bergantung pada hutan untuk mata pencahariannyanya. Melihat fakta diatas maka hutan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Timbulnya konflik terjadi ketika klasifikasi fungsional modern dan pengembangan kehutanan seringkali bertentangan dengan hukum adat dan kepemilikan adat masyarakat. Batas yang tidak jelas antara wilayah konsesi penebangan dan kegiatan kehutanan lainnya dengan hutan masyarakat. Juga tumpang tindih lahan hutan milik pemerintah dengan lahan tempat masyarakat bertani, berburu, memancing dan menghasilkan hasil hutan non-kayu. Seringkali menimbulkan dampak yang serius pada masyarakat setempat.
Di Pulau Jawa, penyebab timbulnya konflik adalah kepemilikan lahan yang tidak jelas serta persaingan atas lahan dan sumberdaya alam. Hal-hal tersebut menyebabkan hilangnya akses ekonomi dan sosial budaya atas sumberdaya hutan, sehingga mengarah pada konflik antar perusahaan-perusahaan kehutanan dengan masyarakat maupun antara pegawai kehutanan dengan masyarakat.
Fakta mengenai kedudukan hutan pada masyarakat Indonesia dan penyebab-penyebab timbulanya konflik maka untuk malaksanakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan peran serta masyarakat diperlukan, sehingga masyarakat tidak lagi sekedar menerima dampak tetapi ikut merasakan keuntungan pengelolaaan hutan yang dapat meningkatkan kesejateraan  mereka.
B.Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan kemudian mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan terhadap manusia dan keterlanjutan pemanfaatan dan keberadaan sumberdaya alam .Karena yang terjadi pada saat ini adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebihan telah menyebabkan semakin berkurangnya sumber daya alam.
Sampai saat ini pengelolaan sumber daya alam masih belum memberikan nilai yang cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Degradasi sumber daya alam sebagian besar disebabkan oleh menguatnya krisis persepsi yang bersumber pada paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan terlalu memanjakan kepentingan manusia.
Hal ini dapat dibenahi melalui perubahan paradigma sektoral menjadi terpadu. Koordinasi dan kerjasama antar sektor harus berbasis pemberdayaan masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat sebagai mitra dalam pembangunan sosial ekonomi menjadi penting dan diawali dengan pemberdayaan masyarakat lokal .
Pemanfaatan sumber daya alam harus memperhatikan patokan sebagai berikut :
1.   Daya guna dan hasil guna yang dikehendaki harus dilihat dalam batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelestarian sumber daya yang mungkin dicapai.
2.   Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem.
3.   Memberikan kemungkinan untuk mrngadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan di masa depan.
Pemanfaatan hutan menurut Undang-Undang Kehutanan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Maka kata kunci yang menjadi penting bagi pengelolaan hutan adalah konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Hutan harus memberikan manfaat bagai masyarakat yang berada di dan di sekitar hutan itu sendiri. Sehingga keterlibatan masyarakat menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya sangat berguna karena dapat :
  1. Merumuskan persoalan dengan lebih efektif
  2. Mendapatkan informasi dan pemahaman di luar jangkauan dunia ilmiah
  3. Merumuskan alternative penyelesaian masalah yang secara sosial dapat diterima
  4. Membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga memudahkan penerapan .
Peran serta masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab. Secara sederhana ia mendefinisikan sebagai feed-forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).
Peran serta masyarakat juga dalam proses pengambilan keputusan berdasar sifatnya, yaitu :
  1. Bersifat Konsultatif, pada bentuk ini anggota – anggota masyarakat mempunyai hak untuk didengar pendapatnya, dan untuk diberitahu, tetapi keputusan akhir tetap di tangan pejabat pembuat keputusan.
  2. Bersifat Kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan.
Dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak dari kebijakan, para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat  dan menuangkannya ke dalam konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu akan menolong pengambil keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari berbagai faktor.
Agar peran serta masyarakat dapat menjadi efektif dan berdaya guna, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.
  2. Informasi lintas batas, masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah.
  3. Informasi tepat waktu, peran serta masyarakat membutuhkan informasi sedini dan seteliti mungkin, sehingga bisa dibuat alternatif-alternatif.
  4. Informasi yang lengkap dan menyeluruh.
  5. Informasi yang dapat dipahami.
Kegunaan peran serta masyarakat antara lain sebagai berikut :
  1. Menuju Masyarakat yang lebih bertanggung jawab.
  2. Meningkatkan proses belajar.
  3. Mengeliminir perasaan terasing.
  4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah.
  5. Menciptakan kesadaran berpolitik.
  6. Keputusan dari hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
  7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna.
  8. Merupakan Komitmen sistem demokrasi.
C.Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Banyak cara melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, ketergantungan utama masyarakat pada hutan adalah karena hutan menjadi satu-satunya sumber daya bagi mereka. Sehingga sulit untuk mengharapkan mereka turut serta melestarikan hutan tanpa memberikan alternatif sumber daya bagi mereka.
Masyarakat yang tergantung pada hutan ada yang bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan dan energi, adapula yang menjadikan sebagai mata pencaharian. Masyarakat yang menjadikan hutan sebagai mata pencaharianlah yang patut diwaspadai. Mereka memandang hutan sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan uang untuk membayar kebutuhan sehari-hari, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya.  
Bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan sangatlah banyakyakni dengan memberi bantuan, mobilisasi atau menggerakkan masyarakat, instruksi, membayar masyarakat sebagai tenaga kerja, bagi hasil, bahkan eksploitasi masyarakat atau benar-benar sebagai mitra yang sejajar dalam setiap pengambilan keputusan, perencanaan dan implementasinya.
Tingkat keterlibatan masyarakat selain ditentukan oleh pihak mana yang dominan, pembagian peran dan kesepakatan atau perjanjian antara pihak yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat juga sangat ditentukan oleh status kepemilikan atau penguasaan lahan atau kawasan hutan.
Peran serta masyarakat juga sangat tergantung kesepakatan kedua belah pihak apakah bekerja sebagai buruh atau sebagai mitra untuk bagi hasil yang seimbang dengan sumbangan atau modal yang ditanamkan oleh masing-masing pihak. Jika lahan milik perorangan atau masyarakat maka di situ bisa muncul PHBM murni karena semua perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan dan pengambilan hasil dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Ada berbagai model dan nama pengelolaan hutan berbasis atau berorientasi pada masyarakat di Indonesia tergantung pada cara pandang berbagai pihak. Nama/model itu antara lain:
  1. HPH Bina Desa
  2. Hutan Adat
  3. Hutan Desa
  4. Hutan Kampung
  5. Hutan Keluarga
  6. Hutan Kemasyarakatan
  7. Hutan Rakyat
  8. Kehutanan Masyarakat
  9. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)
  10. Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat (PHOM)
  11. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM)
  12. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
  13. Pengelolaan Hutan Bersama secara Adaptif (PHBA)
  14. Pengelolaan Hutan dalam Kemitraan
  15. Perhutanan Sosial
  16. Sistem Hutan Kerakyatan
Sedangkan menurut Pasal 68 Undang-Undang No. 41 tahuan 1999 tentang Kehutanan, peran serta masyarakat berupa :
  1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.
  2. Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:
a.   Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.   Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil htan, dan informasi kehutanan;
c.   Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan
d.   Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.
  1. Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga-undangan yang berlaku
III.PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan tropis terluas ketiga terluas di dunia, memiliki masyarakat yang kehidupannya sangat tergantung pada hutan. Hal itu menyebabkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan. Tetapi walaupun peran serta masyarakat telah dijamin melalui Undang-Undang, hal tersebut belum menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk berperanserta dalam pengelolaan hutan.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, hal itu antara lain:
1.   Paradigma sistem pengelolaan hutan yang masih berorientasi pada kepentingan ekonomi jangka pendek.
2.   Hutan dipandang sebagai sumber daya alam yang tidak pernah habis sehingga dimanfaatkan sebesar-besarnya.
3.   Keengganan dari pemerintah untuk benar-benar menempatkan masyarakat sebagai mitra sejajar dalam pengambilan kebijakan.
4.   Ketidak siapan masyarakat untuk berperan aktif karena terbiasa dibimbing dan dibina oleh pemerintah.
5.   Kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat yang tinggal di dan di sekitar hutan untuk mencari sumber penghasilan lain sehingga sangat tergantung pada hutan.
Peran serta masyarakat adalah syarat terjadinya pengelolaan hutan berkelanjutan. Tindakan pemerintah dengan tidak melibatkan masyarakat dalam pengelolaannnya, hanya akan menyebabkan kegagalan program dan rencana yang dilakukan oleh pemerintah. Contohnya adalah program reboisasi yang gagal karena masyarakat tidak ikut serta dalam pemeliharaannya, bahkan pada beberapa kasus, masyarakat sengaja menggagalkan program dan rencana tersebut karena mereka tidak dilibatkan.
Agar pengelolaan hutan berbasis masyarakat dapat berjalan dengan lancar maka ada beberapa hal yang harus dilakukan :
  1. Dukungan pemerintah terhadap pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengelola hutan.
  2. Adanya kelembagaan peranserta Masyarakat Asli dan Petani Lokal, karena masyarakat asli dan petani lokal telah melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan.
  3. Membuat suatu mekanisme dimana masyarakat asli dan petani setempat dapat mempunyai kendali atas sumberdaya sehingga memastikan pembagian keuntungan yang seimbang yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya dengan cara yang diputuskan mereka sendiri.
  4. Melibatkan secara aktif masyarakat yang berada di dan di sekitar hutan dalam setiap rencana dan program.
  5. Keterbukaan informasi mengenai kebijakan, rencana dan program yang akan dijalankan oleh pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000.http://www.warsi.or.id/Projects/PHAPMT_ind.htm.tanggal akses 24 April 2011

______.2003.http://dte.gn.apc.org/AMAN/publikasi/Pengelolaan_Hutan_Berbasis.html Tanggal Akses 24 April 2011

______ .2007. http://pipitkecilku.blogdrive.com/archive/97.html Tanggal akses 10 Maret 2010.

Suharjito,Didik.2006. Berbagi Pengalaman Pendamping Masyarakat Desa Dalam Pengelolahan Sumberdaya Hutan: Debut press.Jogjakarta

Mitchell B,dkk.2000. Pengelolahan sumber daya dan lingkungan: Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.