Minggu, 12 Februari 2012

laporan praktikum ekologi satwa liar

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Satwa atau disebut juga hewan, binatang, fauna adalah kelompok organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan (kingdom) Animalia atau Metazoa. Hewan atau satwa, diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar yaitu hewan bertulang belakang (vertebrata) dan binatang tanpa tulang belakang (avertebrata atau invertebrata).Indonesia mempunyai keanekaragaman fauna yang sangat tinggi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia nomor satu dalam hal

kekayaan mamalia (binatang menyusui) yaitu lebih dari 515 jenis dan menjadi habitat dari sekitar 1.539 jenis burung. Selain itu, sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia.Sayangnya, Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa yang terancam punah. Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147 spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang terancam punah

Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar adalalah
•    Mempertahankan keanekaragaman spesies.
•    Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan.
Ekologi Satwa adalah cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari interaksi antara satwa dengan lingkungannya, yang menentukan sebaran (distribusi) dan kelimpahan satwa-satwa. Lingkungan tersebut adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.
Sasaran utama ekologi satwa adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas, dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistemnya dalam mempertahankan keberadaannya. Ekologi satwa bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah-masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta pengolahan dan konserfasi satwa liar. Penerapan ekologi makin penting dengan semakin diperlukannya upaya-upaya manusia dalam memelihara ketersediaan sumber daya serta kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan. Kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas telah banyak diterapkan dalam bidang-bidang tersebut.
Konsep tersebut telah banyak melandasi penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai species hewan tertentu sebagai indikator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan, hubungan predator, pemangsa dan parasitoid-inang, vektor penyebab penyakit, pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu (pemeliharaan dihabitat aslinya) maupun eksitu (pemeliharaan dilingkungan buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi.
Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Fosil tertua burung ditemukan di Jerman dan dikenal sebagai Archaeopteryx.
Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 – 10.200 spesies burung di seluruh dunia; sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia. Berbagai jenis burung ini secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas Aves. Burung adalah salah satu jenis sawta yang terdapat di Indonesia, khususnya di kawasan hutan lindung Gunung Bawang Bengkayang.
B, TUJUAN PRATIKUM
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa pada lokasi pengamatan, yaitu pada daerah gunung Bawang kabupaten bengkayang. Agar dapat memberikan data dan informasi mengenai keanekaragaman satwa di kawasan itu khususnya pada jenis aves, dan dapat dijadikan dasar dalam upaya pelestarian satwa serta distribusi dari satwa tersebut. Selain itu tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami kelimpahan atau macam – macam jenis di hutan lindung Gunung Bawang Kabupaten Bengkayang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan Salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, bahkan oleh pakar dunia dikatakan sejajar dengan negara Brasil di benua Amerika dan Zaire di benua Afrika. Apabila ketiga negara disatukan maka jumlah keanekaragaman hayatinya lebih dari 50% dari kekayaan dunia. Keanekaragaman yang ada seperti satwa liar merupakan aset negara indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan salah satu mata rantai penting yang saling berkaitan antara ekosistem satu dengan ekosistem yang lain(Supriatna, 2000).
Dalam hal keanekaragaman hayati Indonesia memiliki 10%  tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibi, 17%  burung, 25% ikan dan 15% serangga (Bappenas, 1993).  Dalam dunia satwa Indonesia juga mempunyai tingkat endemisitas yang cukup istimewa, sekitar 500-600 jenis mamalia besar, 36% endemik; 35 jenis primata, 25% endemik; 78 jenis paruh bengkok, 40% endemik; dan dari 212 jenis kupu-kupu, 44% endemik.  Keanekaragaman hayati Indonesia inilah yang saat ini hampir menyamai dengan Brazil dan Kolombia yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya.
A.    PENGAMATAN BURUNG
Seni mengamati burung adalah pada kesabaran dan daya tahan fisik kita. Tujuan kita mengamati burung adalah untuk mengenal jenis-jenis burung dan keidupannya, seperti halnya kita menonton film flora dan fauna di televisi.  Yang akan kita amati untuk dapat mengenal jenis burung dan kehidupannya, antara lain ciri-ciri tubuh, habitat tempat tinggal, dan tingkah laku serta gerak geriknya. Untuk itu kita membutuhkan ketrampilan, pengetahuan dan beberapa perlengkapan tambahan untuk melakukan pengamatan burung. Karena burung adalah hewan yang aktif, riang dan tak kenal diam, maka sangat sulit bagi kita untuk mengamati tanpa merekam atau mencatat hal-hal yang telah dilihat. Catatlah hal-hal yang didapat secara singkat dan jelas. Karena burung liar pada umumnya menghindari perjumpaan dengan manusia, maka sedapat mungkin kita tidak terlihat oleh mereka. Pilihan tempat yang teduh, agak tersembunyi, dan berlawanan dengan arah angin. Untuk mengenal jenis burung tentu saja kita harus memperhatikan bentuk dan ukuran tubuhnya, corak warna bulu secara keseluruhan dan warna pada beberapa bagian tubuh (Kepala, dada, Sayap dan ekor), bentuk paruh dan jenis kaki.
Persiapan Pengamatan Burung mudah dan dapat dilakukan kapan saja karena pada dasarnya Pengamatan Burung tidak melakukan apapun kecuali mengamati burung. Walaupun begitu perlu beberapa persiapan perlengkapan dan peralatan sebelum ber-Pengamatan Burung. Persiapan ini bukan harga mati yang harus dipenuhi tapi lebih bertujuan agar Pengamatan Burung terasa menyenangkan. Beberapa hal tersebut antara lain, buku catatan dan alat tulis, dan teropong. Pakaian yang dikenakan saat Pengamatan Burung sebaiknya bukan yang berwarna cerah dan mencolok yang cenderung akan menakut-nakuti burung. Bahan pakaian sebaiknya yang mudah menyerap keringat seperti katun. Pakaian lengan panjang sangat membantu dari gigitan serangga dan duri. Topi juga membantu mengurangi panas. Buku catatan dan alat tulis berguna pada saat kita ingin membuat catatan yang dapat digunakan sebagai pengingat apa saja yang kita temui. Di buku catatan ini pula kita dapat menggambar sketsa burung yang menarik atau yang belum berhasil diidentifikasi saat pengamatan. Teropong, baik monokuler maupun binokuler adalah alat bantu yang paling mahal. Kebutuhan akan alat bantu ini tidak mutlak tapi keberadaannya akan sangat membantu untuk melihat burung daru jarak yang sangat jauh. Binokuler dari sudut pandang lebar dan titik focus dekat adalah jenis yang cocok untuk pengamatan.
B.    PERLENGKAPAN PENGAMATAN BURUNG
Perlengkapan untuk pengamatan terdiri dari teropong, buku pengenalan jenis satwa (field guide) dan buku catatan lapangan.
Teropong, merupakan alat utama yang harus tersedia dalam melakukan pengamatan satwa. Teropong berukuran 8x30 dan 8x40 adalah yang paling ideal untuk pengamatan di hutan. Jika kita hendak mengamati burung di tempat terbuka, menggunakan teropong berukuran 10x40 akan lebih baik. Sedangkan bila kita akan mengamati satwa di tempat terbuka, teropong satu lensa (monocular) akan lebih baik lagi.Buku pengenalan jenis (field guide), diperlukan untuk membantu kita mengenali jenis satwa yang kita lihat denga benar. Sayangnya, saat ini belum ada buku pengenalan satwa yang mencakup seluruh Indonesia.Buku catatan lapangan, harus selalu dibawa oleh pengamat selama melakukan pengamatan. Buku ini sebaiknya memiliki sampul yang tahan air, tidak mudah terlipat dan berukuran kecil supaya dapat disimpan di saku baju atau celana. Jika buku pengenalan jenis sedang tidak ada atau jenis satwa yang diamati tidak dapat ditemukan dalam buku pengenalan jenis yang dibawa, buku catatan lapangan ini akan sangat berguna.
C.    CARA MENGGUNAKAN TEROPONG
Untuk melakukan pengamatan satwa, sebelumnya kita harus menguasai cara-cara menggunakan teropong dengan benar. Berikut ini adalah panduan cara menggunakan teropong:
1.    Carilah roda fokus dan penala okuler pada teropong.
2.    Tutup lensa obyektif (lensa besar) sebelah kanan dengan tangan dan putar roda fokus hingga obyek terlihat jelas dengan mata kiri.
3.    Tutup lensa obyektif sebelah kiri dan putar roda penala okuler hingga obyek terlihat jelas dengan mata kanan.
4.    Sekarang teropong Anda sudah ditala untuk kondisi mata Anda, jangan lagi memutar penala okuler.
5.    Jika hendak melihat obyek yang berbeda dengan teropong, gunakan roda fokus untuk memperjelas obyek.

D.    CARA MENGAMATI  BURUNG
Hal pertama yang harus diingat selama melakukan pengamatan burung adalah bahwa penglihatan dan pendengaran burung sangat peka. Burung akan segera terbang dan menghilang dari pandangan apabila merasa terganggu dengan kehadiran kita. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini :
•    Jangan bersuara dan berjalanlah secara perlahan-lahan.
•    Jika memungkinkan, carilah tempat untuk persembunyian.
•    Gunakan pakaian dan topi dengan warna yang redup (tidak mencolok).
•    Amati burung sambil duduk, karena dengan duduk Anda akan dapat bertahan lebih lama mengamatinya.
Secara garis besar, teknis pencatatan hasil pengamatan burung di lapangan adalah sebagai berikut :
•    Catat tanggal, waktu dan lokasi pengamatan.
•    Gambarkan lokasi pengamatan (misalnya di perumahan, kebun, hutan, dan lain-lain).
•    Catat kondisi cuaca pada saat melakukan pengamatan.
•    Catat jenis-jenis burung yang dijumpai selama pengamatan. Pada kenyataannya, di lapangan seringkali kita menemukan jenis-jenis burung yang relatif sulit untuk dikenali (diidentifikasi). Untuk jenis-jenis seperti ini kita harus melihatnya dari jarak yang cukup dekat, supaya bisa menggambarkannya dengan jelas di buku catatan lapangan. Gambar dalam buku catatan lapangan sebaiknya meliputi bentuk dasar, warna bulu sayap, warna kepala, bentuk paruh, warna perut dan ukuran tubuhnya. Untuk menentukan ukuran sebaiknya menggunakan burung-burung yang telah Anda kenal sebagai acuannya, misalnya lebih besar dari burung gereja, tetapi lebih kecil dari burung jalak. Jangan sekali-kali mengandalkan ingatan semata, tetapi harus selalu dibiasakan untuk menggambarkannya di buku catatan lapangan.
•    Catat jumlah individu masing-masing jenis burung yang kita jumpai. Menghitung jumlah burung yang mengelompok seperti burung pantai, akan relatif sulit, terutama bagi pengamat pemula. Cara melatihnya adalah dengan mengamati sekelompok burung dan memperkirakan jumlahnya, kemudian hitung satu persatu. Adakah perbedaan antara jumlah sebenarnya dengan perkiraan kita?
•    Catat aktifitas dari burung yang sedang Anda amati, misalnya sedang makan, berkicau, menisik, dan lain-lain.
•    Catat interaksinya dengan lingkungan sekitar, misalnya sedang berkejaran dengan jenis burung lain atau sedang bertengger di atas kerbau, dan lain-lain.
•    Kompilasikan data pengamatan Anda dalam suatu buku / lembar catatan pengamatan.
Pengelolaan satwa liar merupakan kegiatan manusia dalam mengatur populasi dan habitatnya serta interaksi antara keduanya untuk mencapai keadaan yang sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengelolaan satwa liar sebagai ilmu yang mengatur satwa liar beserta habitatnya agar diperoleh keadaan populasi yang lestari.
Populasi satwa liar selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti fluktuasi lingkungannya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi (parameter).
•    Angka kelahiran
•    Angka kematian
•    Kepadatan populasi
•    Struktur umur dan struktur kelamin

    Angka kelahiran, disebut juga potensi perkembangbiakan yang nilainya ditentukan oleh faktor-faktor : perbandingan komposisi kelamin dan kebiasaan kawin.
    Angka kematian, adalah jumlah kematian individu dalam suatu populasi untuk suatu periode waktu tertentu, hal ini disebabkan oleh faktor : faktor yang secara langsung dapat mematikan/mengurangi populasi satwa seperti pemangsaan, perburuan, penyakit kelaparan dan kecelakaan, dan lain-lain. Faktor yang menyangkut kualitas dari pada lingkungan hidup terutama dalam hal makanan, air, ruang, dan pelindung. Selain itu, faktor yang mempengaruhi keadaan kuantitas makanan, air pelindung dan ruang, sebagai akibat aktivitas manusia, pembukaan lahan, pemungutan hasil, kebakaran, dan pengembalaan ternak.

Dalam praktikum ini kami mengklasifikasikan berbagai jenis satwa yang terdiri dari beberapa kelompok satwa yaitu : amphibi, arthropoda, aves, insekta, molusca, dan mamalia.
1.    Kelompok Mamalia adalah hewan yang memiliki rambut, berdarah panas, dan  memiliki kelenjar mammae yang menghasilkan susu. Namun, tidak semua jenis mamalia memiliki kelenjar susu. Contoh Platypus yang merupakan mamalia endemik dari Australia Timur.
2.    Kelompok amfibi adalah binatang bertulang belakang berkulit lembab tanpa bulu yang hidup di dua alam. Kebanyakan hewan amfibi pada waktu berupa berudu hidup di air dan bernapas dengan insang. Selanjutnya setelah dewasa hidup di darat dan bernapas dengan paru-paru dan kulit. Amfibi termasuk kelompok hewan berdarah dingin, artinya hewan yang memanfaatkan suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya.
3.    Burung (aves) adalah hewan berbulu yang mempunyai sayap sehingga bisa terbang. Kecepatan burung terbang bisa mencapai 160 km/jam. Namun tidak semua jenis burung bisa terbang, misalnya penguin dan burung unta. Penguin berenang dan burung unta berjalan dengan kakinya, sedangkan sayapnya  digunakan untuk menjaga keseimbangan.
4.    Kelompok serangga (insekta) mempunyai tubuh yang tersusun dari tiga bagian, yaitu kaput (kepala), toraks (dada), dan abodemen (perut). Memiliki sepasang kaki pada setiap segmen toraks, sehingga jumlah kakinya tiga pasang dan berfungsi untuk berjalan. Kebanyakan insekta memiliki sayap pada segmen kedua dan segmen ketiga di daerah dada, pada jenis lain sayapnya tereduksi bahkan ada yang tidak memiliki sayap. Makanan insekta ada yang berupa sisa organisme lain, ada yang hidup sebagai parasit dalam tubuh (tumbuhan, hewan bahkan manusia), serta bersimbiosis dengan organisme lain.
5.    Filum Mollusca adalah hewan bertubuh lunak tanpa segmen dengan tubuh yang lunak dan biasanya memiliki pelindung tubuh yang berbentuk cangkang atau cangkok yang terbuat dari zat kapur untuk perlindungan diri dari serangan predator dan gangguan lainnya. Contoh molluska : kerang, nautilus, gurita, cumi-cumi, sotong, siput darat, siput laut, chiton.
6.    Filum Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh : laba-laba, lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, kaki seribu, udang, lalat, dan kecoa.

E.    STATUS KONSERVASI
•    Status keterancaman menurut IUCN
Kategori status keterancaman mengacu kepada Redlist IUCN 2007 yang meliputi CR = Critically Endangered (sangat terancam punah); EN = Endangered (terancam punah); VU = Vulnerable (terancam); NT = Near Threatened (mendekati terancam); NE = Not Evaluated (belum dievaluasi); DD = Data Deficient (data kurang), sementara untuk kategori EX = Extinct (punah), EW= Extinct in the Wild (punah di alam) dan LC (Least Concern) dikeluarkan (tidak dicantumkan dalam daftar).
  
•    Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES
CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora) mengelompokkan kategori-kategori jenis dalam 3 Appendix (Lampiran) yaitu Lampiran I (semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan hanya dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah), Lampiran II (jenis yang statusnya belum terancam tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan) dan Lampiran III (Seluruh jenis yang juga dimasukkan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan) (Soehartono & Mardiastuti 2002; www.cites.org 2006).

•    Status Perlindungan dalam hukum negara Republik Indonesia
Untuk status perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia mengacu pada UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.












BAB III
METODE PRATIKUM
A.    TEMPAT DAN WAKTU PENGAMATAN
Pengamatan dilaksanakan disekitar kawasan Gunung Bawang kabupaten Bengkayang. Pengamatan ini dilakukan selama satu hari, yaitu :
Hari & Tanggal    :    Selasa, 7 Juni 2011
Tempat    :    Gunung Bawang Kabupaten Bengkayang
Waktu    :    07.00- Selesai
B.    ALAT DAN OBJEK PENGAMATAN
    Alat pengamatan
    Alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh.
    Teropong (Binokuler), digunakan untuk mengamati keberadaan burung.
    Kamera digital, digunakan untuk mengambil gambar satwa yang ditemui.

C.    PELAKSANAAN PENGAMATAN

Pengamat yang di lakukan di antaranya sebagai berikut :
•    Dalam pengamatan dilapangan, dilakukan dengan cara mengikuti jalur yang telah ada pada kawasan gunung bawang.
•    Dalam berjalan di jalur, kami sambil mengamati sekeliling untuk mengamati satwa jika di temukan.

Data yang dikumpulkan dalam pengamatan praktikum ini adalah data jenis satwa, jumlah serta lokasi dimana jenis burung dan satwa yang terlihat, pengidentifikasian jenis burung dilakukan dengan melihat suara yang ditimbulkan, warna bulu, bentuk tubuh, bentuk paruh, bentuk ekor, ukuran dan ciri-ciri lainnya yang bisa menggunakan/melihat buku identifikasi burung.

D.    METODE PENGAMATAN
Pengambilan data dibedakan atas data primer dan sekunder.
•    Data Primer
Data ini dikumpulkan dari lokasi pengamatan meliputi jumlah jenis dan jumlah individu satwa burung. Pengamatan dilakukan dengan cara :
a)    Pengamatan langsung, yaitu mengamati dan mengidentifikasi secara langsung burung yang dijumpai dilapangan.
b)    Pengamatan tidak langsung, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara memperhatikan tanda-tanda keberadaan burung dilokasi tersebut. Seperti sarang, suara, dan bekas-bekas yang ditinggalkan. Cara ini dilakukan untuk jenis-jenis yang sulit dijumpai secara langsung atau berbahaya dan meninggalkan jejak yang mudah dikenali.
•    Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi data tentang keberadaan umum lokasi pengamatan seperti hewan lain yang dijumpai dan melihat aktivitas apa yang sedang dilakukan, serta keadaan vegetasi (hutan sekunder, hutan campuran, semak belukar, perkebunan, areal bekas terbakar, musim berbuah dan lain sebagainya) atau habitat dan data penunjang lainnya.












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.     HASIL
Berdasarkan pengamatan di lapangan, hasil yang tercatat adalah jenis burung dan satwa yang ditemukan pada areal pengamatan dimasing-masing lokasi yang berbeda.
Hari/Tanggal    :    Selasa, 7 Juni 2011  
Keadaan Cuaca    :    Bagus dan cerah
Waktu    :    07.00 - Selesai      
Habitat        :    Hutan campuran

Tabel 1. Jalur Satu   
No    Kelas    Nama Jenis    Nama Latin    Jumlah    Status Konservasi
1.    Aves    Cinenen kelabu    Orthotomus sepium
    1    Resiko rendah
2.    Aves    Cinenen merah    Orthotomus sericeus
    1    Resiko rendah
3.    Aves    Madu polos    Anthreptes simplex    2    Resiko rendah
4.    Aves    Layang-layang    Hirundo tahitica    1    Resiko rendah
5.    Aves    pipit    Lonchura punctulata    1    Resiko rendah
6.    Aves    tekukur    Streptopelia chinensis    1    Resiko rendah
7.    Aves    Merbah mata merah    Pycnonotus brunneus    1    Resiko rendah
8.    Aves    Cucak rawa    Pycnonotus zeylanicus    2    Rentan
9.    Aves    Madu belukar    Anthreptes singalensis    1    Resiko rendah
10.    Aves    Madu sriganti    Nectarinia jugularis    1    Resiko rendah
11.    Aves    Perenjak    Prinia familiaris    1    Resiko rendah

Tabel 2. Jalur 2
No    Kelas    Nama Jenis    Nama Latin    Jumlah    Status Konservasi
1.    Aves    Madu sriganti    Nectarinia jugularis    1    Resiko rendah
2.    Aves    Platuk bawang    Dinopium javanense    1    Kritis
3.    Aves    Cucak rawa    Pycnonotus zeylanicus    1    Rentan
4.    Aves    Perenjak    Prinia familiaris    1    Resiko rendah
5.    Aves    Merbah mata merah    Pycnonotus brunneus    1    Resiko rendah
6.    Aves    Cerukcuk    Pycnonotus goiavier)    1    Resiko rendah
7.    Aves    Kecer    Magpie Robin    1    Resiko rendah
8.    Mammalia    Tupai bergaris    Tupaia dorsalis    1    -
9.    Mammalia    Bajing tanah bergaris    lariscus insignus    1    -





    TABEL KOMPOSISI BERDASARKAN JENIS PAKAN
No    Jenis Pakan    Jumlah jenis
1    Burung pemakan serangga (insectivore)    5
2    Burung pemakan biji    5
3    Burung pemakan nectar (nectarinidae)    1
4    Burung pemakan buah (frugivora)    5
5    Burung pemakan daging (karnivora)    1

No    Jenis Pakan    Jumlah jenis
1    Tupai bergaris pemakan buah    1
2    Bajing tanah bergaris pemakan buah    1

Keterangan :
Status konservasi spesies adalah indikator kemungkinan untuk spesies yang masih ada dan tersisa hingga saat ini atau masa depan. Banyak faktor digunakan untuk menentukan status konservasi suatu spesies: tidak hanya spesies yang tersisa, namun juga seluruh peningkatan atau penurunan populasi dari waktu ke waktu, tingkat keberhasilan perkembangbiakan, dan ancaman-ancamannya.
Spesies rentan adalah spesies yang akan menjadi spesies terancam kecuali jika penanganan keselamatan dan reproduksinya baik. Terdapat sekitar 8.565 spesies yang rentan dalam Daftar Merah IUCN
B.    PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan di pagi hari dengan secara bergiliran tiap antar kelompok memasuki jalur yang akan pengamatan. Di pagi hari kami mudah menemukan beberapa jenis burung karena burung akan berkeliaran atau beraktiftas banyak yang di pagi hari. Pengamatan yang dilakukan pada pagi hari dilakukan pada areal tertutup atau kawasan hutan yang cukup rapat dengan dominasi hutan campuran. Pengamatan yang dilakukan tidak mesti langsung melihat bururng, tapi bisa hanya mendengar suara kicauan bururng.
Dalam mengamati jenis-jenis burung, biasanya burung-burung ini tidak hinggap lama pada pepohonan, sehingga menyulitkan dalam memperoleh gambarnya. Ada species burung tertentu yang hanya hinggap di tajuk pohon-pohon yang cukup tinggi.

















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang di peroleh dari pratikum ini adalah sebagai berikut :
•    Jumlah burung yang telah di amay berjumlah 14 ekor dan seekor tupai bergaris serta satu ekor bajing tanah bergaris.
•    hutan lindung Gunung Bawang Bengkayang didapatkan burung pelatuk, berarti itu menandakan hutannya masih bagus
•    Pratikum kurang efektif di karnakan kurangnya alat bantu pengamatan seperti binokuler.
•    Kurangnya satwa yang dijumpai dalam pengamatan pada lokasi tertutup, Pada saat memasukinya.
 
B.    SARAN.
•    Sebaiknya alat pengamatan identifikasi seperti binokuler harus lebih banyak lagi dalam penyediannya, agar nmemudahkan pengamatan
•    Adanya buku identifikasi.
•    Jalur yang telah ada sebaiknya, janagn terlalu dekat.
•    Jangan terlalu ramai dalam pengelompokan kelompok, agar dapat efektif dalam pengamatan








DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. Spesies_rentan http://id.wikipedia.org/wiki/
Anonim.2010. Status_konservasi http://id.wikipedia.org/wiki/
Anonim.2008. pengamatan-burung http://garudapala.blogspot.com
Anonim.2010.satwa.http://alamendah.wordpress.com/
Anonim.2004.kajian-ekologi-spasial-pada-satwa-liar.http://consecol.blogspot.com/html















LAMPIRAN

Lampiran jalur 1
Bururng cucak rawa

    Burung Cinenen kelabu

Bururng merbah mata merah
bururng tekukur

Bururng madu sriganti
Burung layang-layang

Bururng pipit coklat
Bururng cinanen merah

Burung cucak rawa
Bururng madu belukar

Bururng perenjak


Lampiran jalur 2
Burung pelatuk bawang
Burung madu sriganti

Burung cucak rawa
Burung perenjak

burung merbah mata merah
bururng cerukcuk

Burung kecer
Bajing Tanah bergaris

Tupai bergaris


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.