I. PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Indonesia merupakan
negara yang memiliki hutan tropik ketiga di dunia, dengan ekosistem yang
beragam mulai dari hutan tropik dataran rendah dan dataran tinggi sampai dengan
hutan rawa gambut, rawa air tawar dan Hutan Bakau (mangrove). Hutan di
Indonesia juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang yang sangat tinggi,
sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, social budaya
maupun ekologi. Namun, seiring
dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap
sumber daya hutan semakin meningkat.
Salah satu kesulitan
pengelolaan hutan saat ini adalah mengenai luas wilayah hutan yang sebenarnya dimiliki oleh
”Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya lama hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.”
Berdasarkan pengertian
tersebut maka luas hutan di Indonesia menurut penelitian pada tahun 1990-1994
adalah 109 Ha atau 57% dari luas daratan nasional. Tetapi luas ini terus
menurun dari tahun ke tahun. Bahkan pada pertengahan tahun ini Indonesia
dikatakan mengalami deforestasi terbesar di dunia.
Dalam Agenda 21
Indonesia, Bappenas menyoroti
bahwa faktor-faktor yang menekan hutan Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Pertumbuhan
Penduduk dan penyebarannya yang tidak merata
2.
Konversi
hutan untuk pertambangan dan pengembangan perkebunan
3.
Pengabaian
atau ketidak tahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan
peranan hak adat dalam memanfaatkan sumberdaya alam.
4.
Program
Transmigrasi
5.
Pencemaran
industri dan pertanian pada hutan lahan basah
6.
Degradasi
hutan bakau karena dikonversi menjadi tambak
7.
Pemungutan
spesies hutan secara berlebihan
8.
Introduksi
spesies eksotik.
Menurut Status
Lingkungan Hidup 2005, penyebab penurunan hutan di daerah, bermacam-macam mulai
dari perambahan hutan yang berkaitan dengan krisis ekonomi, tingginya kebutuhan
akan lahan pertanian, masalah-masalah kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya
hutan, hingga inkonsistensi antara rencana tata ruang dan implementasinya di
tingkat lapangan.
B.Rumusan Masalah
Maka masalah-masalah utama pengelolaan hutan
terdiri atas :
- Masalah yang terkait dengan pola pengelolaan sumberdaya hutan (masalah filosofik dan konsep pengelolaan sumberdaya hutan)
- Masalah meningkatnya penebangan kayu ilegal
- Masalah perambahan hutan
Pola pengelolaan
sumberdaya hutan selama ini terlalu berorientasi pada tujuan ekonomi jangka
pendek melalui pola pemanfaatan hasil hutan kayu. Hal ini tidak/kurang sesuai
dengan karakteristik biofisik dan sosial-budaya yang lebih tepat menekankan
pada pola pengelolaan sumberdaya hutan berbasis ekowisata dan fungsi/hasil
hutan bukan kayu (non timber forest products). Penebangan kayu ilegal
umumnya terkait dengan masalah besarnya tekanan penduduk (lokal) terhadap lahan
termasuk sumberdaya hutan, kapasitas industri yang melebihi pasokan kayu legal,
dan masalah konsistensi dan penegakan hukum. Sedangkan masalah perambahan hutan
oleh masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan terjadi karena mereka
merasa tidak dilibatkan dalam pengelolaan hutan oleh pemerintah dan/atau
pengusaha.
Kerusakan hutan juga
disebabkan oleh proses pembuatan kebijakan pengelolaan hutan yang tidak
transparan karena diatur oleh wewenang negara, tanpa ada ruang untuk berbeda
pendapat. Proses pembuatan keputusan bersifat sentralistik dan hirarkis serta
mengabaikan masyarakat lokal dan daerah. Sehingga melihat berbagai persoalan
yang telah dijabarkan sebelumnya, keterlibatan masyarakat lokal dan daerah
merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan hutan.
C. Tujuan
Mengetahui permasalahan-permasalahan
kerusakan hutan yang terjadi dengan melihat beberapa factor penyebabnya dan melihat
pihak-pihak yang terkait
II.PEMBAHASAN
A.Hubungan Masyarakat dengan Hutan
Manusia tidak bisa
dipisahkan dengan lingkungannya, bahkan sangat tergantung pada lingkungannya.
Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang
ada di lingkungan sekitarnya.
Dalam memanfaatkan
sumber daya alam sebagai wujud mata pencaharian, kegiatan manusia mengalami
tahap perkembangan, yaitu (a) sebagai pemburu dan peramu (huntering and gathering); (b)
peternak, penanam tanaman di ladang secara berpindah-pindah (nomaden),
penangkap ikan; dan (c) penanaman tanaman secara menetap dengan memanfaatkan
pupuk kimia, pestisida dan irigasi.
Melalui tahap
perkembangan itu manusia belajar mengelola lingkungannya. Tetapi seiring dengan
perkembangan manusia terutama sejak revolusi industri, perkembangan manusia
telah menyebabkan permasalahan lingkungan yang sangat kompleks disebabkan oleh
eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam.
Sebanyak 65 juta Rakyat
Indonesia hidupnya bergantung pada hutan. Ini meliputi penduduk asli,
transmigran yang sudah lama, trnsmigran resmi dan swakarsa yang baru di luar
pulau Jawa serta petani dan masyarakat kesukuan di berbagai pulau. Lahan hutan
yang ditempati dan/atau “dimiliki” oleh penduduk setempat diperkirakan antara
10% sampai 60% dari seluruh lahan hutan.
Masyarakat yang hidupnya
bergantung dari hutan ini seringkali merupakan kelompok yang paling miskin di
Indonesia. Dari 25,9 juta orang yang dikategorikan miskin di Indonesia, 34%
hidup di dan di sekitar hutan, Diperkirakan pada tahun 2008, sekitar 40%
penduduk pedesaan di Indonesia bergantung pada hutan untuk mata
pencahariannyanya. Melihat fakta diatas maka hutan memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Timbulnya konflik
terjadi ketika klasifikasi fungsional modern dan pengembangan kehutanan
seringkali bertentangan dengan hukum adat dan kepemilikan adat masyarakat.
Batas yang tidak jelas antara wilayah konsesi penebangan dan kegiatan kehutanan
lainnya dengan hutan masyarakat. Juga tumpang tindih lahan hutan milik
pemerintah dengan lahan tempat masyarakat bertani, berburu, memancing dan
menghasilkan hasil hutan non-kayu. Seringkali menimbulkan dampak yang serius
pada masyarakat setempat.
Di Pulau Jawa, penyebab
timbulnya konflik adalah kepemilikan lahan yang tidak jelas serta persaingan
atas lahan dan sumberdaya alam. Hal-hal tersebut menyebabkan hilangnya akses
ekonomi dan sosial budaya atas sumberdaya hutan, sehingga mengarah pada konflik
antar perusahaan-perusahaan kehutanan dengan masyarakat maupun antara pegawai
kehutanan dengan masyarakat.
Fakta mengenai kedudukan
hutan pada masyarakat Indonesia dan penyebab-penyebab timbulanya konflik maka
untuk malaksanakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan peran serta masyarakat
diperlukan, sehingga masyarakat tidak lagi sekedar menerima dampak tetapi ikut
merasakan keuntungan pengelolaaan hutan yang dapat meningkatkan kesejateraan mereka.
B.Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Tantangan terbesar bagi
pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan kemudian mempertahankan
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan terhadap manusia dan keterlanjutan
pemanfaatan dan keberadaan sumberdaya alam .Karena yang terjadi pada saat ini
adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebihan telah menyebabkan semakin
berkurangnya sumber daya alam.
Sampai saat ini
pengelolaan sumber daya alam masih belum memberikan nilai yang cukup berarti
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Degradasi sumber daya alam sebagian
besar disebabkan oleh menguatnya krisis persepsi yang bersumber pada paradigma
pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka
pendek dan terlalu memanjakan kepentingan manusia.
Hal ini dapat dibenahi
melalui perubahan paradigma sektoral menjadi terpadu. Koordinasi dan kerjasama
antar sektor harus berbasis pemberdayaan masyarakat, sehingga partisipasi
masyarakat sebagai mitra dalam pembangunan sosial ekonomi menjadi penting dan
diawali dengan pemberdayaan masyarakat lokal .
Pemanfaatan sumber daya
alam harus memperhatikan patokan sebagai berikut :
1. Daya
guna dan hasil guna yang dikehendaki harus dilihat dalam batas-batas yang
optimal sehubungan dengan kelestarian sumber daya yang mungkin dicapai.
2. Tidak
mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam
suatu ekosistem.
3. Memberikan kemungkinan
untuk mrngadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan di masa depan.
Pemanfaatan hutan menurut Undang-Undang Kehutanan
bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh
masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Maka kata
kunci yang menjadi penting bagi pengelolaan hutan adalah konservasi dan
kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Hutan harus memberikan manfaat bagai
masyarakat yang berada di dan di sekitar hutan itu sendiri. Sehingga
keterlibatan masyarakat menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan
sumber daya sangat berguna karena dapat :
- Merumuskan persoalan dengan lebih efektif
- Mendapatkan informasi dan pemahaman di luar jangkauan dunia ilmiah
- Merumuskan alternative penyelesaian masalah yang secara sosial dapat diterima
- Membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga memudahkan penerapan .
Peran serta masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah
yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses
dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan
yang bertanggung jawab. Secara sederhana ia mendefinisikan sebagai feed-forward
information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu
kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah
atas kebijakan itu).
Peran serta masyarakat juga dalam proses
pengambilan keputusan berdasar sifatnya, yaitu :
- Bersifat Konsultatif, pada bentuk ini anggota – anggota masyarakat mempunyai hak untuk didengar pendapatnya, dan untuk diberitahu, tetapi keputusan akhir tetap di tangan pejabat pembuat keputusan.
- Bersifat Kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan.
Dengan melibatkan masyarakat yang potensial
terkena dampak dari kebijakan, para pengambil keputusan dapat menangkap
pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan menuangkannya ke dalam
konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu akan menolong pengambil keputusan
untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari berbagai
faktor.
Agar peran serta masyarakat dapat menjadi
efektif dan berdaya guna, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.
- Informasi lintas batas, masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah.
- Informasi tepat waktu, peran serta masyarakat membutuhkan informasi sedini dan seteliti mungkin, sehingga bisa dibuat alternatif-alternatif.
- Informasi yang lengkap dan menyeluruh.
- Informasi yang dapat dipahami.
Kegunaan peran serta masyarakat antara lain sebagai
berikut :
- Menuju Masyarakat yang lebih bertanggung jawab.
- Meningkatkan proses belajar.
- Mengeliminir perasaan terasing.
- Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah.
- Menciptakan kesadaran berpolitik.
- Keputusan dari hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
- Menjadi sumber dari informasi yang berguna.
- Merupakan Komitmen sistem demokrasi.
C.Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Hutan
Banyak cara melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan hutan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, ketergantungan utama
masyarakat pada hutan adalah karena hutan menjadi satu-satunya sumber daya bagi
mereka. Sehingga sulit untuk mengharapkan mereka turut serta melestarikan hutan
tanpa memberikan alternatif sumber daya bagi mereka.
Masyarakat yang tergantung pada hutan ada
yang bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti
pangan dan energi, adapula yang menjadikan sebagai mata pencaharian. Masyarakat
yang menjadikan hutan sebagai mata pencaharianlah yang patut diwaspadai. Mereka
memandang hutan sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan uang untuk membayar
kebutuhan sehari-hari, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya.
Bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam
pengelolaan hutan sangatlah banyakyakni dengan memberi bantuan, mobilisasi atau
menggerakkan masyarakat, instruksi, membayar masyarakat sebagai tenaga kerja,
bagi hasil, bahkan eksploitasi masyarakat atau benar-benar sebagai mitra yang
sejajar dalam setiap pengambilan keputusan, perencanaan dan implementasinya.
Tingkat keterlibatan masyarakat selain
ditentukan oleh pihak mana yang dominan, pembagian peran dan kesepakatan atau
perjanjian antara pihak yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat juga
sangat ditentukan oleh status kepemilikan atau penguasaan lahan atau kawasan
hutan.
Peran serta masyarakat juga sangat tergantung
kesepakatan kedua belah pihak apakah bekerja sebagai buruh atau sebagai mitra
untuk bagi hasil yang seimbang dengan sumbangan atau modal yang ditanamkan oleh
masing-masing pihak. Jika lahan milik perorangan atau masyarakat maka di situ
bisa muncul PHBM murni karena semua perencanaan, pengambilan keputusan dan
pelaksanaan dan pengambilan hasil dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Ada berbagai model dan nama pengelolaan hutan
berbasis atau berorientasi pada masyarakat di Indonesia tergantung pada cara
pandang berbagai pihak. Nama/model itu antara lain:
- HPH Bina Desa
- Hutan Adat
- Hutan Desa
- Hutan Kampung
- Hutan Keluarga
- Hutan Kemasyarakatan
- Hutan Rakyat
- Kehutanan Masyarakat
- Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)
- Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat (PHOM)
- Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM)
- Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
- Pengelolaan Hutan Bersama secara Adaptif (PHBA)
- Pengelolaan Hutan dalam Kemitraan
- Perhutanan Sosial
- Sistem Hutan Kerakyatan
Sedangkan menurut Pasal 68 Undang-Undang No.
41 tahuan 1999 tentang Kehutanan, peran serta masyarakat berupa :
- Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.
- Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:
a. Memanfaatkan
hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil htan, dan
informasi kehutanan;
c. Memberi
informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan
d. Melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.
- Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga-undangan yang berlaku
III.PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan
tropis terluas ketiga terluas di dunia, memiliki masyarakat yang kehidupannya
sangat tergantung pada hutan. Hal itu menyebabkan keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan hutan menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan. Tetapi walaupun
peran serta masyarakat telah dijamin melalui Undang-Undang, hal tersebut belum
menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk berperanserta dalam pengelolaan
hutan.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, hal
itu antara lain:
1. Paradigma sistem pengelolaan
hutan yang masih berorientasi pada kepentingan ekonomi jangka pendek.
2. Hutan dipandang sebagai
sumber daya alam yang tidak pernah habis sehingga dimanfaatkan
sebesar-besarnya.
3. Keengganan dari
pemerintah untuk benar-benar menempatkan masyarakat sebagai mitra sejajar dalam
pengambilan kebijakan.
4. Ketidak siapan masyarakat untuk
berperan aktif karena terbiasa dibimbing dan dibina oleh pemerintah.
5. Kurangnya pengetahuan dan
kemampuan masyarakat yang tinggal di dan di sekitar hutan untuk mencari sumber
penghasilan lain sehingga sangat tergantung pada hutan.
Peran serta masyarakat adalah syarat
terjadinya pengelolaan hutan berkelanjutan. Tindakan pemerintah dengan tidak
melibatkan masyarakat dalam pengelolaannnya, hanya akan menyebabkan kegagalan
program dan rencana yang dilakukan oleh pemerintah. Contohnya adalah program
reboisasi yang gagal karena masyarakat tidak ikut serta dalam pemeliharaannya,
bahkan pada beberapa kasus, masyarakat sengaja menggagalkan program dan rencana
tersebut karena mereka tidak dilibatkan.
Agar pengelolaan hutan berbasis masyarakat
dapat berjalan dengan lancar maka ada beberapa hal yang harus dilakukan :
- Dukungan pemerintah terhadap pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengelola hutan.
- Adanya kelembagaan peranserta Masyarakat Asli dan Petani Lokal, karena masyarakat asli dan petani lokal telah melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan.
- Membuat suatu mekanisme dimana masyarakat asli dan petani setempat dapat mempunyai kendali atas sumberdaya sehingga memastikan pembagian keuntungan yang seimbang yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya dengan cara yang diputuskan mereka sendiri.
- Melibatkan secara aktif masyarakat yang berada di dan di sekitar hutan dalam setiap rencana dan program.
- Keterbukaan informasi mengenai kebijakan, rencana dan program yang akan dijalankan oleh pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000.http://www.warsi.or.id/Projects/PHAPMT_ind.htm.tanggal
akses 24
April 2011
______.2003.http://dte.gn.apc.org/AMAN/publikasi/Pengelolaan_Hutan_Berbasis.html
Tanggal
Akses 24 April 2011
______ .2007. http://pipitkecilku.blogdrive.com/archive/97.html Tanggal akses 10 Maret 2010.
Suharjito,Didik.2006. Berbagi
Pengalaman Pendamping Masyarakat Desa Dalam Pengelolahan Sumberdaya Hutan:
Debut press.Jogjakarta
Mitchell B,dkk.2000. Pengelolahan
sumber daya dan lingkungan: Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.