BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hutan
hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terrestrial yang paling produktif.
Di samping karena hutan hujan tropis menutupi sebagian besar bumi dan
memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi, besarnya volume biomassa tumbuhan
persatuan luas pada hutan hujan tropis, sehingga memberi kesan produktivitas
yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur. Patandianan (1996) dalam
Wiharto (2007) menyatakan, bahwa sifat tanah hutan hujan tropis adalah miskin hara
sehingga tidak mampu mendukung produktivitas tumbuhan yang sangat tinggi.
Namun,
produktivitas yang sangat tinggi pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat.
produktivitas yang sangat tinggi pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat.
Pada hutan hujan tropis,
Tumbuhan penyusun dari hutan hujan ini dapat berganti
daun-daunya setiap tahunnya secara individual. Namun demikian tidak terdapat
perubahan musiman yang teratur dan tidak juga berpengaruh terhadap seluruh
vegetasi yang ada. Sepanjang tahun terjadi pembungaan dan pembentukkan buah,
meskipun ada kecenderungan setiap tumbuhannya memiliki musim pembuahan pada
waktu-waktu tertentu dan tidak sama untuk masing-masing jenis tumbuhan. Proses
demikian disebut dengan gejala cauliflory (berbunga dan berbuah pada
batang atau dahan-dahan yang telah tua dan tidak berdaun lagi). Proses dan
siklus yang demikian itu merupakan gejala yang sangat umum dalam wilayah hutan
hujan tropis (Ardiananda, 2008).
Pohon dan kebanyakan dari tumbuhan lain berakar
pada tanah dan menyerap unsur hara dan air. Daun-Daun yang gugur, Ranting,
Cabang, dan bagian lain yang tersedia; makanan untuk sejumlah inang hewan
invertebrata, yang penting seperti rayap, juga untuk jamur dan bakteri. Unsur
hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian yang jatuh dan dengan
pencucian dari daun-daun oleh air hujan. Ini merupakan ciri hutan hujan tropis
yang kebanyakan dari gudang unsur hara total ada dalam tumbuhan; secara relatif
kecil di simpan dalam tanah.
B. RUMUSAN
MASALAH
a.
Bagaimanakah kondisi
umum yang terdapat pada hutan hujan tropis
b.
Apa yang menjadi ciri-ciri
umum hutan hujan tropis
c.
Tumbuhan Penyusun Hutan Hujan Tropis.
d.
Faktor-Faktor apa sajakah yang Mempengaruhi Produktivitas Hutan Hujan
Tropis.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimanakah kondisi umum yang
terdapat pada hutan hujan tropis, ciri-ciri umum hutan hujan tropis, tumbuhan
Penyusun Hutan Hujan Tropis serta faktor-Faktor apa saja yang Mempengaruhi
Produktivitas dari Hutan Hujan Tropis
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Kondisi Umum Hutan
Hujan Tropis.
Secara geografis daerah hutan hujan
tropis mencakup wilayah yang terletak di antara titik balik rasi bintang Cancer
dan rasi bintang Capricornus, yaitu suatu wilayah yang terletak di antara 23027’
LU dan 23027’ LS (Weidelt, 1995). Menurut Ewusie (1980)
wilayah hutan hujan tropis mencakup ± 30 % dari luas permukaan bumi dan
terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari benua Afrika, sebagian
anak benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan wilayah Asia Tenggra,
gugusan kepulauan di samudra Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia.
Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim
dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri
lainnya adalah suhu dan kelembapan udara yang tinngi, demikian juga dengan
curah hujan, sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun (Walter, 1981).
Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika
dipisahkan oleh beberapa stratum antaralain:
Stratum A:
Merupakan lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya sekitar
80meter ke atas, misalnya shorea sp. Di antaranya terdapat juga pohon yang
rendah,tetapi umumnya tinggi pepohonan mencapai rata-rata 40-50 meter dan
bertajuk tidakberaturan (diskontinu) sehingga tidak saling bersentuhan
membentuk lapisan yangbersinambungan. Pepohonan tersebut umumnya mempunyai 3
atau 4lapisan tajuk,batang yang tumbuh lurus, tinggi, serta batang bebas
cabangnya cukup tinggi. Pada hutan stratum A ini
banyak dijumpai liana-liana berbatang tebal, berkayu, bersifat herbadan epifit.
Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon
yang mempunyai tinggi 1830 meter dengan tajuk yangberaturan (kontinu). Batang
pohon umumnya bercabang dan batang bebas cabangnyayang tidak begitu tinggi. Jenis
pohon pada stratum ini kurang memerlukan cahaya atautahan naungan (toleran).
Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 4-18 meter dan
bertajukkontinu.
Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak bercabang banyak.Lapisannya
bersinambungan dan agak rapat.
Stratum D:
Terdiri dari lapisan perdu dan semak yang mempunyai tinggi 1-4 meter.Termasuk di dalamnya adalah pohon- pohon muda,
palma-palma kecil, herba besar dan paku-pakuan
besar.
Stratum E: Terdiri dari lapisan
tumbuh-tumbuhan penutup tanah atau lapisan lapangan yangmempunyai tinggi 0-1
meter. Di daerah ini banyak dijumpai tanaman anak-anakan dantumbuhan yang
bersifat herba.
B.
Ciri-ciri
Umum Hutan Hujan Tropis
1.
Lokasi: hutan hujan berada di
daerah tropis
2.
Curah hujan: hutan hujan
memperoleh curah hujan sebesar paling tidak 80 inci setiap tahunnya
3.
Kanopi: hutan hujan memiliki
kanopi, yaitu lapisan-lapisan cabang pohon beserta daunnya yang terbentuk oleh
rapatnya pohon-pohon hutan hujan
4.
Keanekaragaman biota: hutan
hujan memiliki tingkan keragaman biota yang tinggi (biodiversity). Biodiversity adalah sebutan untuk seluruh benda hidup
-- seperti tumbuhan, hewan, dan jamur -- yang ditemukan di suatu
ekosistem. Para peneliti percaya bahwa sekitar separuh dari tumbuhan dan hewan
yang ditemukan di muka bumi hidup di hutan hujan
5.
Hubungan simbiotik antar
spesies: spesies di hutan hujan seringkali bekerja bersama. Hubungan simbiotik
adalah hubungan dimana dua spesies berbeda saling menguntungkan dengan saling
membantu. Contohnya, beberapa tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil
dan gula untuk semut. Sebagai balasannya, semut menjaga tumbuhan dari
serangga-serangga lain yang mungkin ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
6.
Ciri-ciri : Iklim
selalu basah. curah hujan tinggi. dan merata, tanah kering sampai lembab dan
bermacam-macam jenis tanah. Mayoritas hidup tumbuhan berkayu (perpohonan.
liana). tumbuhan berbatang kurus (tidak banyak cabang. kulit tipis). Terdapat
di pedalaman. pada tanah rendah sampai berbukit (1000 mdpl) sampai pada dataran
tinggi (s/d 4000 mdpi). Dapat dibedakan menjadi 3 zone menurut ketinggiannya :
Hutan Hujan Bawah (2 - 1000 mdpl). Hutan Hujan Tengah (1000 - 3000 mdpl), Hutan
Hujan Atas (3000 - 4000 mdpl). Terdapat terutama di Sumatera. Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Irian
C.
Tumbuhan
Penyusun Hutan Hujan Tropis.
Tumbuhan utama penyusun hutan hujan tropis yang basah
(lembab), biasanya terdiri atas tujuh kelompok utama, yaitu :
1. Pohon-pohon Hutan
Pohon-pohon ini merupakan komponen struktural utama, kadang-kadang untuk
mudahnya dinamakan atap atau tajuk (canopy). Kanopi ini terdiri
dari tiga tingkatan, dan masing-masing tingkatan ditandai dengan jenis pohon
yang berbeda. Tingkatan A merupakan tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi,
dengan ketinggian lebih dari 30 meter. Pohon-pohonnya dicirikan dengan jarak
antar pohon yang agak berjauhan dan jarang merupakan suatu lapisan kanopi yang
bersambung. Tingkatan B merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 15-30
meter. Kanopi pada tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat
kontinu (bersambung) dan membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai
sebuah atap (kanopi). Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan
ketinggian antara 5-15 meter. Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil
dan langsing, serta memiliki tajuk yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan
kanopi hutan hujan tropis sebenarnya sukar sekali dtentukan secara pasti. Hal
ini disebabkan oleh ketinggian pohon yang tidak seragam seperti telah
disebutkan dalam pembagian tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di
atas hanyalah bersifat causal saja.
Daun-daun pohon biasanya berukuran sedang, memiliki luas antara
2.000-18.000 mm2. Daun-daun itu biasanya tunggal dan kaku seperti
belulang, berwarna hijau tua dengan permukaan yang mengkilap. Jadi daun-daun
itu tergolong dalam daun Laurus atau tipe sklerofil besar. Kebanyakan
daun-daun itu terbentang memanjang, bangun lanset sampai bangun jorong,
kadang-kadang dengan ujung memanjang seperti ekor yang disebut ujung penetes.
Kebanyakan hutan hujan tropis memiliki perdaunan meluas dan kontinu mulai dari terna
di tanah sampai ke puncak pohon-pohon yang paling dominan. Perdaunan ini bahkan
dapat menutup batang-batang pohon dominan yang besar, hingga tertutup sama
sekali.
Pemandangan lainnya adalah tajuk pohon yang sedemikian rapatnya,
menyebabkan sinar matahari sukar tembus hingga ke dasar tanah. Dampaknya adalah
hanya sedikit saja perkembangan vegetasi bawah (undergrowth) dan tumbuhan
penutup tanah, sehingga batang-batang pokok pohon-pohon tampak menonjol dalam
keremangan cahaya sebagai tiang-tiang raksasa.
2. Terna
Pada bagian hutan yang kanopinya tidak begitu rapat, memungkinkan sinar
matahari dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada bagian ini banyak tumbuh dan
berkembang vegetasi tanah yang berwarna hijau yang tidak bergantung pada
bantuan dari luar. Tumbuhan yang demikian hidup dalah iklim yang lembab dan
cenderung bersifat terna seperti paku-pakuan dan paku lumut (Selagenella
spp.) dengan bagian dindingnya sebagian besar terdiri dari tumbuhan berkayu.
Terna dapat membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan semak-semak (D),
terdiri dari tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai
pohon (E) yang dapat mencapai ketinggian 2 meter.
Lapisan semak-semak sering mencakup beberapa terna besar seperti Scitamineae
(pisang, jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5 meter. Meskipun kondisi
iklim mikronya panas dan lembab, namun perkembangan terna dalam wilayah hutan
hujan tropis kurang baik. Hal ini disebabkan kurangnya pencahayaan matahari
untuk membantu proses fotosintesisnya. Persebaran terna yang baik terdapat pada
wilayah terbuka dengan air yang cukup melimpah atau pada tebing-tebing terjal,
dimana sinar matahari leluasa mencapai lantai hutan.
3. Tumbuhan Pemanjat
Tumbuhan ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan hiasan
utama pada hutan hujan tropis. Tumbuhan pemanjat ini lebih dikenal dengan
sebutan Liana. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik, besar dan banyak,
sehingga mampu memberikan salah satu sifat yang paling mengesankan dari hutan
hujan tropis. Tumbuhan ini dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk
besar sebesar paha orang dewasa. Tumbuhan ini seperti menghilang di dalam
kerimbunan dedaunan atau bergantungan dalam bentuk simpul-simpul tali raksasa
(ingat dalam film Tarzan, the Adventure). Sering pula tumbuhan ini
tumbuh di percabangan pohon-pohon besar. Beberapa diantaranya dapat mencapai
panjang sampai 200 meter.
4. Epifita
Tumbuhan ini tumbuh melekat pada batang, cabang atau pada daun-daun pohon,
semak, dan liana. Tumbuhan ini hidup diakibatkan oleh kebutuhan akan cahaya
matahari yang cukup tinggi. Beberapa dari tipe ini hidup di atas tanah pada
pohon-pohon yang telah mati. Tumbuhan ini pada umumnya tidak menimbulkan
pengaruh buruk terhadap inang yang menunjangnya. Tumbuhan ini pun hanya
memainkan peran yang kurang berarti dalam ekonomi hutan. Namun demikian, epfita
memainkan peranan penting dalam ekosistem sebagai habitat bagi hewan. Epifit
pun memainkan peranan penting dan sangat menarik untuk menunjukkan adaptasi
struktural terhadap habitatnya. Jumlah jenisnya lebih beraneka ragam, biasanya
melibatkan kekayaan jenis-jenis tumbuhan spora, baik dari golongan yang rendah
maupun paku-pakuan dan tumbuhan berbunga termasuk diantaranya semak-semak.
Kehadiran epifit dalam ukuran yang luas lagi digunakan untuk membedakan antara
hutan hujan tropis dengan komunitas hutan di daerah iklim sedang.
Epifit hidup dengan mengumpulkan pengganti tanah berupa sisa tumbuhan yang
telah mati. Sisa-sisa tumbuhan yang telah mati itu biasanya dikumpulkan oleh
semut yang menghuni sistem perakaran tumbuhan dan berfungsi sebagai pot
bunga bagi epifit. Kebutuhan air bagi epfit dikumpulkan dari udara hutan
hujan tropis yang sangat lembab dengan sistem perakaran berbentuk jaringan velamen
yang bersifat sepon. Epifit juga harus mampu menyimpan air yang telah
diperolehnya. Sebagai konsekuensinya, epifit sering bersifat xeromorfik
atau memiliki tempat penyimpanan air yang khusus atau jaringan-jaringan
penyimpan air.
5. Pencekik Pohon
Tumbuhan
pencekik memulai kehidupannya sebagai epifita, tetapi kemudian akar-akarnya
menancap ke tanah dan tidak menggantung lagi pada inangnya. Tumbuhan ini sering
membunuh pohon yang semula membantu menjadi inangnya. Tumbuhan pencekik yang
paling banyak dikenal dan melimpah jumlahnya, baik dari segi jenis ataupun
populasinya, adalah Fircus spp. yang memainkan peranan penting
baik dalam ekonomi maupun fisiognomi hutan hujan tropis. Biji-biji dari
tumbuhan pencekik ini berkecambah diantara dahan-dahan pohon besar yang tinggi
atau semak yang merupakan inangnya. Pada stadium ini tumbuhan pencekik masih
berupa epifit, namun akar-akarnya bercabang-cabang dan menujam ke bawah melalui
batang-batang inangnya hingga mencapai tanah. Kemudian batang-batang pohon itu
tertutup dan terjalin oleh akar-akar tumbuhan pencekik dengan sangat kuat.
Setelah beberapa waktu tertentu inang pohon pun akan mati dan membusuk
meninggalkan pencekiknya. Sementara itu tajuk tumbuhan pencekik menjadi besar
dan lebat.
6. Saprofita
Tipe tumbuhan
ini mendapatkan zat haranya dari bahan organik yang telah mati bersama-sama
dengan parasit-parasit. Tumbuhan ini merupakan komponen heterotrof yang
tidak berwarna hijau di hutan hujan tropis. Jenis tumbuhan ini terdiri atas cendawan
atau jamur (fungi), dan bakteri. Tumbuhan ini dapat membantu
terjadinya penguraian organik, terutama yang hidup di dekat permukaan lantai
hutan. Namun beberapa jenis anggrek tertentu, suku Burmanniaceae dan
Gentianaceae,
jenis-jenis Triuridaceae
dan Balanophoraceae yang sedikit mengandung klorofil dapat hidup dengan
cara saprofit yang sama.
Tumbuhan ini
banyak ditemukan pada lantai hutan yang memiliki rontokkan daun-daun yang cukup
tebal dan terjadi pembusukkan yang nyata. Tumpukan dedaunan tersebut dapat dijumpai
pada rongga-rongga atau sudut-sudut diantara akar-akar banir pohon-pohon.
7. Parasit
Jenis tumbuhan ini biasanya
mengambil unsur hara dari pohon inangnya untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan
ini hidupnya hanya untuk merugikan tumbuhan inangnya. Tumbuhan ini dapat berupa
cendawan dan bakteria yang digolongkan dalam 2 sinusia penting. Pertama adalah parasit
akar yang tumbuh di atas tanah dan yang kedua adalah setengah parasit
(hemiparasit) yang tumbuh seperti epifita di atas pohon. Parasit akar jumlahnya
sangat sedikit dan tidak seberapa penting artinya, namun bila dikaji secara
mendalam akan sangat menarik sekali. Hemiparasit yang bersifat seperti epifit
jenisnya sangat banyak sekali dan jumlahnyanya pun melimpah ruah serta banyak
dijumpai di seluruh hutan hujan tropis. Kebanyakan hemiparasit adalah dari suku
benalu (Loranthaceae).
D.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produktivitas Hutan Hujan Tropis.
Produktivitas
merupakan parameter ekologi yang sangat penting. Produktivitas ekosistem adalah
suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan
interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada
suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang
dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata
atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara
organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Produktivitas khususnya di wilayah
tropis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
a.
Suhu dan Cahaya Matahari
Suhu udara di daerah dataran rendah hutan
hujan tropis tidak pernah turun sampai pada titik beku. Sebagian besar suhu
pada wilayah ini berkisar antara 20-28 0 C (Walter, 1981). Radiasi
global bervariasi berdasarkan keadaan atmosfer, lintang, dan ketinggian
(Whittaker, 1973). Suhu Udara di daerah hutan hujan tropis tidak pernah turun
sampai sampai mencapai titik beku (00 C) namun pada daerah yang
sangat tinggi dimana kadang-kadang tapi sangat jarang suhu turun hampir
mencapai titk beku (Warsito, 1999). Suhu rata-rata pada sebagian besar daerah
adalah 270C, dan kisaran suhu bulanan berkisar 24-280C,
yang dengan demikian kisaran suhu musiman ini jauh lebih kecil dibanding
kisaran suhu siang dan malam (diurnal) yang dapat mencapai 100. Suhu
maksimum jarang mencapai 380C juga jarang jatuh sampai di
bawah 200C (Mabberly,1983).Berdasarkan gradasi suhu rata-rata
tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutup ke wilayah
ekuator (Barbour et al, 1987), namun untuk daerah hutan hujan
tropis suhu bukanlah faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi
lamanya musim tumbuh (Walter, 1981).
Wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang
tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Hal ini
disebabkan oleh 3 faktor: (1) Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika
menerima lebih banyak sinar matahari dibanding pada atmosfer luarnya dibanding
dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar matahari pada atmosfer yang
lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di daerah tropika),
mengurangi jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis,
56% sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di
permukaan tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih
panjang di daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat
tinggi) (Sanches, 1992).
Jordan (1995) menjelaskan bahwa adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir
sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.
Berdasarkan sinar matahari dan lamanya masa tumbuh De Witt dalam Sanches (1992)
menaksir hasil tanaman pangan yang mungkin, berdasarkan jalur lintang.
Perhitunganya menunjukkan bahwa daerah hutan hujan tropis berkemungkinan
memberikan hasil lebih besar per tahun dibanding daerah iklim sedang, dengan
mengandaikan tidaknya faktor pembatas. Pada daerah lintang tropika kemampuan
panen tahunan rata-rata adalah sebesar 60 ton/ha hasil kering keseluruhan.
Kira-kira setengah dari jumlah itu dianggap sebagai hasil panen yang
menguntungkan dari segi ekonomi.
b.
Curah Hujan
Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar antara 1600
sampai dengan 4000 mm (Warsito, 1999) dengan sebaran bulan basah 9,5-12 bulan
basah (Sanches, 1992). Kondisi ini menjadi wilayah ini memiliki curah hujan
yang merata hampir sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas
yang tinggi.
Hujan selain berfungsi sebagai sumber
air juga berfungsi sebagai sumber hara. Whitmore (1986) mengatakan bahwa banyak
nitrogen yang terfiksasi selama terjadi badai dan turun ke bumi bersama dengan
hujan. Hara lain yang banyak masuk ke dalam ekosistem melalui curah hujan
menurut Kenworty dalam Whitmore (1986) adalah K, Ca, dan Mg.
Walaupun memberi dampak positif bagi
produktivitas vegetasi menurut Resosoedarmo et al., (1986) curah
hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi oleh
vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah
dengan cepat. Barbour et al, (1987) mengatakan bahwa sebagai salah satu
faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah penyebab utama
hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama
adalah Ca dan K.
c.
Interaksi Antara Suhu dan Curah Hujan.
Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang tahun tidak akan berlangsung
jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak wilayah lain di dunia yang
memiliki suhu yang jauh lebih tinggi di banding wilayah hutan hujan tropis,
tetapi memiliki produktivitas yang rendah (Woodweell, 1967).
Interaksi antara suhu yang tinggi dan curah hujan yang banyak yang berlangsung
sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembapan yang sangat ideal bagi
vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Warsito (1999)
menjelaskan bahwa kelembapan atmosfer merupakan fungsi dari lamanya hari hujan,
terdapatnya air yang tergenag, dan suhu. Sumber utama air dalam atmosfer adalah
hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan genangan air tanah lainnya
serta transpirasi dari tumbuhan. Menurut Jordan (1995) tingginya kelembapan
pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas mikroorganisme. Selain itu,
proses lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah pelapukan tanah yang
berlangsung cepat. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah
bereaksi dengan mineral-mineral dalam tanah atau lapisan batuan, yang
mengakibatkan terlepas unsur-unsur hara . Hara-hara ini ada yang dapat dengan
segera diserap oleh tumbuhan.
d.
Produktivitas Serasah
Produktivitas serasah di hutan hujan tropis
adalah juga yang tertinggi di banding dengan wilayah-wilayah lain sebagaimana
yang terlihat pada Table 2. Oleh karena produktivitas serasah yang tinggi maka
akan memberikan keuntungan bagi vegetasi untuk meningkatkan produktivitas
karena tersedianya sumber hara yang banyak.
Produktivitas serasah yang tinggi ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Hutan hujan tropis yang selalu
hijau (Bray dan Gorham, 1964), dan (2) Iklim, sebagai mana yang diperlihatkan
oleh oleh Ewusie (1990) yang membandingkan produktivitas tahunan serasah di 4
zone iklim yang berbeda dan menemukan pada hutan hujan tropis, hutan iklim
sedang yang hangat, hutan iklim sedang yang sejuk, dan hutan alphin
produktivitasnya berturut-turut adalah: 10,2 t/ha/tahun; 5,6 t/ha/tahun; 3,1
ton/ha/tahun; dan 1,1 t/ha/tahun.
f.
Tanah.
Tanah adalah faktor di daerah tropis
yang tidak mendukung tingginya produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan
tropis adalah tanah yang berumur sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode
Pleistocene tidak berpengaruh sama sekali pada tanah disini, dan kemungkinan
besar tanah disini berasal dari periode Tertiary (Walter,
1981).
Pencucian terjadi menurut Brady (1974) karena beberapa hara tersimpan di
permukaan tanah liat atau pada bahan organik koloid, Permukaan ini
bermuatan negatif. Ion-ion bermuatan positif seperti K+, Ca++,
dan NH4+ akan bergabung dengan permukaan yang memiliki
muatan negatif. Kemampuan tanah untuk mempertahankan kation pada permukaan liat
maupun humus terutama ditentukan oleh nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya.
Tanah yang
memiliki kandungan liat atau kandungan organik yang tinggi memiliki KTK yang
tinggi yang berarti tanah tersebut memiliki kemampuan tinggi dalam
mempertahankan mineral-mineralnya. Namun faktor lain juga turut berperan dalam
hal ini, terutama jenis mineral liat yang terdapat di tanah. Mineral liat yang
mengalami pelapukan yang sangat kuat seperti kaolinit memiliki KTK yang rendah
(Sanchez, 1992).
Ion hara yang bermuatan positif pada permukaan liat dapat digantikan oleh
ion hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis
disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi
yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar. Respirasi oleh pengurai
bersama dengan respirasi oleh akar disebut respirasi tanah.
Jika
tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi
tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3)
yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-)
dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen
selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi
ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah.
Karakteristik
dari lapisan tanah juga menentukan apakan kation akan tercuci dari
horizon tanah. Kemasamanlah yang menjadi faktor utama pencucian dan pelapukan,
walaupun secara umum kejadian ini dipicu oleh ketersediaan air (Johnson et
al. dalam Jordan, 1985).
Sumber hidrogen lainnya berasal dari transformasi Nitrogen. Selama masa
penguraian bahan organik, nitrogen yang terikat secara organik pada bahan
tersebut di konversi menjadi ammonium (NH4) yang kemudian akan
diserap oleh tumbuhan atau dikonversi menjadi Nitrat (NO3) melalui
proses nitrifikasi. Hidrogen yang dibebaskan dari proses ini dapat
menggantikan kation hara yang dapat dipertukarkan pada permukaan tanah, dan ion
nitrat yang tersedia kemudain akan bereaksi dengan kation hara tersebut.
Hidrogen
yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan
liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih
dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini.
Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat
masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas
organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat
dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985).
g. Herbivora
Herbivora
adalah faktor biotik yang mempengaruhi produktivitas vegetasi. Sekitar 10
% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag.
Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al.,
1987). Oleh karena produktivitas yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya
potensi yang tinggi untuk terjadi serangan insekta. Namun, sedikit bukti yang
ada, sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara alami, adanya serangan
insekta pada areal berskala luas (Lugo et al., dalam Jordan, 1985).
Walau pun demikian defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali
terjadi (Jordan, 1985). Menurut penulis yang sama hal ini disebabkan oleh
tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia
tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
h.
Sistem Konservasi Hara
Curah hujan yang sangat tinggi seperti dikemukakan di atas selain memberi
dampak positif juga berdampak negatif karena mudahnya hara hilang dari
ekosistem akibat pencucian. Tanpa mekanisme konservasi hara yang tepat,
ekosistem hutan hujan tropis tidak dapat mempertahankan produktivitasnya yang
tinggi. Rupanya mekanisme tersebut telah terdapat pada komponen-komponen yang
menyusun ekosistem hutan hujan tropis.
Salah
satu bentuk adaptasi konservasi hara secara alami di hutan hujan tropis yang
memiliki tanah yang miskin hara adalah dengan menghasilkan biomassa akar yang
relatif besar dibanding bagian tubuh tumbuhan lainnya, dan konsentrasi
dari akar tersebut sebagian besar di atas permukaan tanah. Nye dan Thinker
(1977) dalam Jordan (1985) meneliti pentingnya pergerakan hara di dalam tanah,
dan mereka menemukan bahwa tumbuhan yang tumbuh di tanah yang miskin hara
memiliki konsentrasi akar yang sangat besar di atas permukaan tanah. Keuntungan
dari adaptasi ini adalah akar dapat menyerap hara lebih banyak.
Konsentrasi
akar di atas permukaan tanah juga memungkinkan akar bercampur dengan serasah,
berbagai organisme yang telah mati, dan organisme pengurai. Hal ini memungkinkan
akar dapat dengan cepat dan lebih banyak menyerap berbagai hasil penguraian
yang dilakukan organisme pengurai di sekelilingnya. Selanjutnya kondisi ini
juga akan membuat hara terserap ke dalam pohon daripada ke organisme lain atau
tercuci keluar dari sistem.
Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa di daerah hutan hujan tropis, hara jarang sekali
tersimpan lama di tanah, namun langsung diserap oleh tumbuhan atau oleh
mikroorganisme. Pergerakan hara yang demikian ini juga ditunjang oleh
keberadaan berbagai organisme yang hidup maupun mati seperti bryophyta,
lichens, lumut, bromelia, paku-pakuan, anggrek, dan epifit lainnya yang sangat
banyak terdapat pada tajuk pohon. Organisme-organisme ini mampu menyerap
haranya sendiri dari lingkungan sekitarnya, terutama dari atmosfer tanpa
merusak tumbuhan inangnya.
Pada
saat organisme penghuni tajuk ini mati, maka hara yang dikandungnya juga akan
terurai dan langsung diserap oleh akar-akar udara yang sangat banyak terdapat
di hutan hujan tropis. Kemampuan ini ditunjang oleh morfologi akar udara yang
memiliki banyak sekali akar-akar halus di permukaannya, juga banyak dari akar
ini dapat berasosiasi dengan jamur membentuk endomikoriza, dan memiliki
kemampuan untuk memfiksasi nitrogen.
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasa yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1.
Hutan hujan tropis merupakan jenis hutan dengan
keanekaragaman yang sangat tinggi.
2.
Pada hutan hujan tropis, Tumbuhan
penyusun dari hutan hujan ini dapat berganti daun-daunya setiap tahunnya secara
individual. Namun demikian tidak terdapat perubahan musiman yang teratur dan
tidak juga berpengaruh terhadap seluruh vegetasi yang ada.
3.
hutan hujan tropis memiliki tingkatan Stratifikasi tajuk yang
dipisahkan oleh beberapa stratum di
dalam hutan tersebut, dilihat dari struktur tegakan penyusun hutan tersebut.
4.
Produktivitas ekosistem merupakan parameter ekologi yang
sangat penting dalam hutan hujan tropis.
5.
Tumbuhan utama
penyusun hutan hujan tropis dimulai dari tumbuhan
pohon-pohon hutan sampai dengan tumbuhan parasit.
B.
SARAN
Pemerintah sebagai pihak terkait
seharusnya lebih jeli di dalam melihat situasi dan perkembagan yang terjadi
pada kawasan hutan hutan hujan tropis karena hutan hujan tropis selain sebagai
sumber air dan juga dapat dijadikan sebagai bioma semua mahluk hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiananda. 2008. Forest Ecology. Gadjah Mada: Jogjakarta.
Patandianan, A. T. 1996. Studi
Komposisi dan Struktur Vegetasi Areal HPH PT. Bina Wana Sejahtera,
Propinsi Sulawesi Utara. Tesis. PPS Univ. Gadjah Mada, Jogjakarta.
Zaenuddin. 2008. Pengantar
Ekolologi. Penerbit Remadja Karya CV, Bandung.
AnonIm. 2008 .hujan tropis di Indonesia usaha. http://ahmad-zaenudin.blogspot.com.
Tanggal Akses 9 Mei 2011
Anonim. 2008. Hutan hujan tropis.html.
http://geocorida.blogspot.com. Tanggal Akses 9
Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Diharapkan keritik dan saranya untuk perbaikan blog ini kedepan,terimakasih.